syair ini
kutulis berulangulang di kembang kertas
sebelum gelap menyalakan perapian di air matanya
kembang yang tumbuh di puncak langit dan
jatuh cinta pada seorang penyair
hingga matahari dan bulan tak bersinar
angin yang mengembara, bernafas di antara awan
kuteguk, kutarik gemuruh hujan dari kilatan petir pujangga:
membawa kisah cinta di telapak kakimu, menjadi teman tidur
yang menggesekgesek bulu mata
petikan tubuh puisi
di bawah bayangan bintangbintang
memantulkan suara tenor nan merdu
bersenandung malumalu untukmu
oh, kekasih
o, gadis cantik, o wajah nan menawan
bermandikan cahaya rembulan nan lembut
oh cinta, hanya engkau yang memerintah
oh, alangkah manis pujianmu, menyusup ke hatiku
hanya engkaulah cinta, yang memerintah
aku hanya ingin menyendiri, mengenangmu
berziarah di nisanmu, yang membentang dari timur sampai barat senja
sebagai obat penawar rindu
oh, si pipi merah jambu
biarkan semutsemut api tertegun dan cemburu
saat kugandeng tanganmu, menuju opera latin
yang membuka semua pintu tamannya
duduk di antara penonton, memandang dan mereguk madu kasihmu
pada jiwa nan sepi:
bungabunga akan merayu kupukupu, menyebarkan racun asmara
untuk menusuk purnama yang membujur di pahamu
denting piano yang berombak
adalah katakata bermahkota di kepalamu
untuk mengantarkan memori kecil, hingga mati:
malam ini, ingin kekecup bibirmu
sebelum rantingranting pohon
mengubah lampu jalanan menjadi halimun sunyi
Padepokan Halimun, 13 Juni 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H