Lihat ke Halaman Asli

Kalau Hidup Sekedar Hidup, Babi di Hutan Juga Hidup

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup secara formil berarti suatu perpindahan dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya. Jika kita hidup tetapi tidak beraktivitas sama saja kita seperti mayat. Walaupun kita hidup lama-kelamaan kita akan rusak dan akhirnya mati. Saya sangat suka dengan analogi ini, "Hidup itu seperti naik sepeda, dia harus bergerak supaya seimbang". Kalau istilah gaulnya mungkin move on. Orang yang sering galau rata-rata adalah orang yang tidak mempunyai aktivitas, kemudian bersantai ria akhirnya dia membiarkan pikirannya menjadi galau. Perasaannya pun ikut jadi galau dan ini sungguh sangat tidak produktif. Satu-satunya obat galau adalah move on, mengerjakan aktivitas yang bermanfaat untuk pertumbuhan diri kita, pengembangan diri kita, seperti meningkatkan TOEFL, membaca buku psikologi/pengembangan kepribadian, menulis di blog, berorganisasi, berolahraga, belajar ilmu beladiri, dan aktivitas yang bermanfaat lainnya. Rasanya dunia terlalu indah untuk dihabiskan buat bergalau.

Mungkin dari kita pernah menikmati libur panjang. Di awal-awal libur mungkin terasa mengasyikkan bebas dari beban tugas. Namun, seiring berjalannya waktu kita juga jadi stres karena bingung gak ada yang bisa dikerjakan. Nah, kondisi inilah yang saya sebut kita tidak hidup secara formil, karena hidup secara formil berarti perpindahan dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya. Hidup secara materil berarti memahami, merasakan, menikmati, dan menebarkan nilai-nilai yang bersumber dari Allah SWT. Kalau kita mendefinisikan hidup secara formil saja rasanya hambar dan kering. Maka untuk menyiraminya dibutuhkan nilai-nilai. Nilai-nilai ini bersifat universal dan tidak terbatas dengan agama apapun Anda. Bahkan jika Anda atheis sekalipun nilai-nilai ini tetap ada, ini adalah the law of nature (hukum alam), sunnatullah. Jika nilai-nilai ini kita ingkari, hati kita akan resah dan jiwa akan gelisah. Karena memang setiap manusia itu sudah ditanamkan oleh Allah SWT nilai-nilai kebaikan di dalam hatinya. Misalkan Anda berbohong atau korupsi atau membunuh atau tidak sholat. Selihai apapun Anda merasionalisasikan perbuatan Anda bahwa itu benar, hati kecil Anda akan tetap berteriak kesakitan bahwa ini melanggar nilai-nilai kebenaran karena nilai-nilai ini adalah the law of nature (hukum alam), sunnatullah. Maka berbahagilah orang-orang yang mampu membuat hidupnya berarti secara formil dan secara materil. Menurut saya inilah puncak kebahagiaan tertinggi. Namun, kebahagiaan ini tidaklah gratis, butuh perjuangan dan pengorbanan untuk memegang nilai-nilai kebenaran ini yang memegangnya terkadang seperti memegang bara api.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline