BELAJAR LEADERSHIP DARI TRAGEDI TITANIC 1912.
By Andriono Kurniawan
Tragedi tenggelamnya kapal Titanic pada tahun 1912 adalah tragedi dunia. Kapal yang didesain sebagai kapal terbaik pada masanya ternyata memiliki umur yang tidak panjang. Kapal ini dibuat untuk memecahkan rekor tempuh dari Eropa ke Amerika. Ambisi memecahkan rekor tercepat tersebutlah yang juga menjadi salah satu penyebab diabaikannya peringatan-peringatan keselamatan.
Thomas Andrew adalah arsitek dari kapal mewah tersebut. Kapal yang saat perjalanan pertamanya mampu menampung kira kira 2.200 penumpang berusaha membuktikan pada dunia bahwa Titanic adalah kapal tercepat di masa itu.
Thomas Andrew lalu memberi arahan pada kapten kapal Titanic yang bernama Edward John Smith untuk memacu kapal termewah tersebut secepat mungkin. Mengikuti arahan dari Thomas Edward, Titanic dipercepat hingga 22 knot. Dengan bobot yang besar itu, Titanic tidak memiliki keleluasaan untuk bermanuver secara lincah.
Pemegang kemudi memberi MASUKAN pada kapten EJ Smith agar tidak memaksakan diri karena samudra atlantik berkabut dan banyak gunung es dan bongkahan es terapung. Jarak pandangpun bisa terganggu manakala kabut atlantik mulai menunjukkan keberadaannya di malam hari.
Kapten EJ Smith menyampaikan hal ini pada Thomas Andrew sang desainer kapal. Namun dengan penuh kesombongan, dia menjawab bahwa gunung es tidak akan menenggelamkan kapalnya. Akhirnya Titanic tetap dikebut hingga 22 knot.
Dalam perjalanannya, bagian telekomunikasi Titanic mendengar dari kapal di depannya bahwa kapal tersebut terhenti karena ada gunung es di depannya. Hal ini dilaporkan juga pada kapten EJ Smith. Seperti halnya MASUKAN pertama, sang kapten mengabaikannya dan tetap memerintahkan agar bertahan di angka 22 knot.
Titanic akhirnya membelah samudra atlantis dengan kecepatan penuh yang belum pernah dilakukan oleh kapal kapal lain sebelumnya. Sebuah keputusan yang harus dibayar mahal nantinya.
Kabut malam itu menghalangi pandangan sang juru kemudi meskipun lampu dengan kekuatan tinggi membantu menyorot ke depan. Makin larut, kabut makin tebal dan membatasi jarak pandang sang juru kemudi.
Dua orang pelaut yg berjaga di atas melihat sebuah benda putih besar secara samar-samar. Hingga saat jarak sudah 10 meter, dua kelasi itu terhenyak bahwa apa yang dilihatnya adalah sebuah gunung es. Sontak mereka membunyikan lonceng tanda bahaya dan berteriak agar berbelok ke kiri. Sang Juru Mudi yang mendengar teriakan langsung membanting kemudi ke kiri melakukan gerakan mengelak. Beruntung sekali bagian depan selamat dari benturan depan namun bagian lambung kanan tetap tergores panjang. Goresan panjang ini membuat lubang yg dimasuki air sedikit demi sedikit.