Di berbagai perusahaan, memang lazim ada lebih dari satu perkumpulan pekerja. Yang tidak lazim ialah kalau masing-masing perkumpulan mengaku sebagai yang sah.
Fakta itu sedang terjadi di Pos Indonesia. Ada Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI), ada SPPI Martabat. Masing-masing mengaku paling sah dan berhak mengaku berhak mewakili karyawan.
SPPI merupakan perkumpulan pekerja pos yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja dan Kementerian Tenaga Kerja. Bahkan, kini SPPI tengah difasilitasi Kemenaker untuk berunding dengan manajemen pos Indonesia. SPPI ini dipimpin Rhajaya
Sementara SPPI Martabat baru beberapa waktu terakhir terdengar. Meski tidak jelas kapan dibentuk, kapan pengurus dipilih, tidak jelas AD/ART maupun pendaftarannya di Dinas Tenaga Kerja atau Kementerian Tenaga Kerja, SPPI Martabat mengaku sebagai organisasi sah karyawan Pos Indonesia.
SPPI Martabat dipimpin Heri Purwadi, karyawan Pos Indonesia di Jawa Barat. Heri pernah mencoba ikut pemilihan ketua SPPI. Sayang, ia kalah dan tidak terpilih. Kini, tahu-tahu ia menjadi pimpinan SPPI Martabat.
Tidak ada kejelasan soal sosok ketua ini. Sejumlah pihak sempat bertanya, apakah ia orang yang sama dengan karyawan Pos Indonesia di Jabat yang didisiplinkan karena ketahuan menggunakan lahan pos untuk tempat parkir ilegal?
Karyawan yang diketahui bersama Heri ini lebih sibuk mengurus lahan parkir ilegal dibanding mengerjakan tugasnya sebagai karyawan. Lahan itu ditutup Pos Indonesia dan Heri diharuskan kembali fokus bekerja.
Apakah Heri yang didisiplinkan itu adalah orang yang sama dengan Heri yang kini jadi pimpinan SPPI Martabat?
Kini, SPPI Martabat pimpinan Heri mengajak karyawan Pos Indonesia mogok. Sementara SPPI yang terdaftar di Kemenaker malah meminta tidak ada pemogokan.
Mana yang akan diikuti karyawan Pos Indonesia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H