Lihat ke Halaman Asli

Seminggu di Hongkong Tanpa Bikin "Kantong Bolong"

Diperbarui: 30 Desember 2018   18:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : dokumentasi pribadi

Siapa sih yang enggak mau liburan lama-lama? Kayaknya hampir semua orang mau hal itu. Tapi, karena banyak hal yang ada, kayak jatah libur atau cuti yang terbatas, sampe masalah budget yang takut berlebihan kalau liburan kelamaan, jadi "pengingat" bagi kita sendiri. Pengingat kalau kita musti menyudahi liburan kita, sedangkan hati kita masih pengen lanjut liburan. 

Ya, mau gimana? Itu udah jadi masalah klasik yang terus berlanjut sampe sekarang. Menurut saya, pengeluaran uang terbesar saat liburan itu ada di penginapan, makan, destinasi, dan transportasi. Beberapa waktu lalu saya coba dobrak pandangan itu. Saya coba batasin budget liburan, tapi saya masih bisa rasain negeri orang dengan waktu yang tidak sebentar. Pilihan saya jatuh ke Hongkong, dan durasi liburan saya seminggu.

Sumber : dokpri

Masalah keuangan jadi salah satu masalah terbesar pas mutusin liburan ke suatu tempat, baik itu liburan di dalam negeri atau ke luar negeri. Makanya, pas dari awal nentuin liburan ke Hongkong, saya sekaligus menantang diri saya buat batasin keuangan selama di sana. 

Budget liburan saya selama seminggu di Hongkong kurang lebih Rp 2.000.000. Janji saya bilang begini ke diri saya sendiri, "gue gak bakal ngabisin uang lebih dari itu". Itu cuma buat biaya hidup selama seminggu ya, karena tiket pesawat dan tiket ke Disneyland sudah disiapin sebelumnya dari Indonesia (kalau mau tahu liburan saya di Disneyland kayak apa, bisa lihat artikel yang saya bagikan sebelumnya).

Sumber : dokpri

Masa cukup sih uang segitu, buat durasi liburan seminggu dan negaranya itu Hongkong lho (?) Cukup kok, masih lebih malah, meskipun sisanya enggak banyak. Enggak percaya? Beneran kok. Kayaknya udah banyak orang yang tahu, kalau Hongkong jadi salah satu negara di wilayah administratif Republik Rakyat Tiongkok yang biaya hidupnya tinggi. 

Apalagi, kalau denger orang-orang yang liburan ke sana, banyak yang borong belanjaan branded yang harganya bisa bikin mata melotot. Enggak salah emang, karena menurut saya Hongkong termasuk negara maju. Semakin maju suatu negara, maka semakin tinggi juga biaya hidupnya (kalau patokannya adalah biaya hidup di kota besar di Indonesia).

Sumber : dokpri

Saya juga bisa bilang, kalau ini bukan liburan hemat, tapi liburan nekat. Dengan uang yang cuma segitu, ada banyak hal yang mesti dikalahin, dan dicari solusinya, supaya tetep bisa survive dan tetep bisa nikmatin liburan. Beberapa hal yang musti saya relain antara lain, saya harus rela tidur bukan di penginapan mewah yang tirainya bisa dibuka pake remote, misalnya. Terus, saya juga harus rela makan seadanya (yang kadang makanannya cuma satu rasa), dan gak lapar mata, yang penting kebutuhan kalori terpenuhi. 

Banyak restoran cepat saji kok, yang nawarin menu makanan murah. Kalau enggak mau, kita juga bisa beli makan di minimarket yang banyak tersebar di penjuru kota. Itu udah lebih dari cukup, karena saya harus sadar kondisi. Bisa aja saya ngelanggar janji saya itu, karena kalau kurang uang, saya bisa ambil langsung dari tabungan saya, karena mesin ATM gampang ditemuin di mana-mana.

Sumber : dokpri

Selama saya di sana, bisa dibilang hidup saya nomaden, enggaak ada tuh yang namanya seminggu, saya tidur di penginapan yang sama. Saya pindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Untungnya, saya ngelakuin hal nekat ini gak sendirian, saya ngelakuin ini dengan kerabat saya. Mungkin yang di bayangan kalian, meskipun saya pindah-pindah penginapan, tapi tetep tidur di hotel kan? Salah! saya tidur di penginapan cuma di hari pertama. Itu pun, kalo menurut saya bukan penginapan, tapi gudang yang disulap jadi kamar.

Buat yang pernah ke Hongkong, kayaknya enggak asing sama daerah Chungking Mansion. Lokasi ini menurut saya jadi pilihan yang pas buat para nekaters yang mau tetep hemat uang buat penginapan, tapi lokasi penginapannya tetep strategis. Pas masuk daerah ini, kita bakal sering disamperin sama orang yang perawakannya kayak orang India dan Pakistan, yang nawarin kamar di sana. Mereka tahu banget, mana orang yang sekiranya butuh penginapan murah. 

Seolah, orang-orang kayak itu punya magnet sendiri buat mereka, jadi mereka secara otomatis nyamperin kita. Dengan nada sedikit agak maksa, mereka terus nawarin kita kamar. Kita harus pinter-pinter nawar dan cari kesepakatan, supaya dapet kamar dengan harga yang jauh lebih murah. Saya dan kerabat saya, dapet kamar yang kalau dirupiahin, kira-kira harganya sekitar Rp 180.000 untuk dua orang per malamnya. Oke, karena kondisi udah capek dengan barang bawaan yang banyak, kami putuskan ambil kamar itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline