Entah bagaimana semuanya semaunya. mempunyai makna tanpa mendiskreditkan sang maha pemilik segalanya. suasana langit sendu selalu mendukungku bercumbu dengan resah yang ambigu. Masalah yang diciptakan begitu sempurna bersarang di otak kanan, entah untuk apa berada didunia ini.
Ketika yang diinginkan hanya ketenangan yang tidak pernah menjadi suatu tenang yang nyata. Dan kemudian mulai merasa gila ketika fajar mengetuk pintu rumah, kebingungan yang berputar-putar ketika terbangun.
Kadang tergeletak pertanyaan mengapa terbangun? Untuk apa terbangun? Ketika terbangun membuat resah dan takut yang begitu dalam tentang seperti apa menjalani hidup.
Rasanya belum menemukan kata atau kalimat yang mempunyai makna sempurna untuk menggambarkan kondisi seperti ini, berselancar melalui leksikon super cerdas mahakarya Larry Page. Mencari arti dari kondisi seperti bernafas tapi tidak hidup. Perjalanan yang selalu menimbulkan pertanyaan kenapa dan mencari jawaban apa.
Disela kekosongan pikiran yang terlintas kalimat yang kubaca dari seorang Ry Dimana sebagian dari diriku mati. Aku mati rasa. Jiwaku mati. Adakah kematian yang lebih menakutkan dari jiwa yang mati dalam raga yang hidup?.
Detakan yang berdetak begitu cepat namun nampak ragu seketika menghunus setiap rencana langkah, membuat tertunduk lesu tidak ada tujuan menjalani hidup. bersembunyi dibalik jendela kamar seolah semesta mengurung dan menghakimi.
Seseorang yang mencari pembenaran tentang mengapa ia hidup, bernafas dan bertemu orang-orang super ekstropert dengan jutaan kalimat berbuih, berjalan keluar rumah seperti berjalan ke lain dimensi, begitu asing terlihat.
Terantai dalam dimensi yang sangat asing, dunia yang seharusnya hidup. Entah kenapa hanya ada sentuhan ragu yang terus bersarang dalam benak. Bersama sendu, hitam dan putih menjadikan setiap detik yang terus menerus menghimpit atas nama luka yang terus menganga terus berserapah dan terpatri dalam hati dan menjadi lebam.
Memejamkan mata di bawah langit yang nampak pucat. Berjalan terseok dan kadang terhenti menepi ditrotoar jalan yang nampak lenggang. Pilihannya memilih berhenti atau berhenti memilih.
Selalu ada beberapa hal yang berkaitan dimana hujan, rumah, kaktus, dan kepergian saling menyapa. Petikan rindu yang memecah kalbu, berada dipersimpangan memilih diam sejenak sekedar menghela nafas, melepas dahaga yang tak kunjung reda.
Ketika hujan telah menggenang sebagian kenangan, meraih beberapa memori masa lalu, menggalinya kembali, memunculkannya ketanah, berduri bermekaran, lalu berguguran berserakan dihalaman rumah dengan ragam semut beriringan merekam jejak setiap episode pertama kehidupan.