Lihat ke Halaman Asli

Pelajaran Berharga di Perempatan

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1383042341919084957

Teriakannya begitu membahana, meski yang muncul adalah kosakata yang tidak diajarkan oleh JS.Badudu apalagi dalam Kamus Bahasa Indonesia jelas tidak tercantum karena ini adalah rangkaian sumpah serapah yang hampir lengkap menyebut nama binatang di kebun binatang. Pandangan matanya yang sadis sambil menunjuk-nunjuk seolah menumpahkan kekesalan yang teramat sangat. Gerakannya lincah dan mendekati pihak-pihak yang dianggap mengganggu kelancaran lalu lintas di pagi hari yang padat ini. Setiap pagi dan sore hari di kala jubelan kendaraan roda empat dan rombongan sepeda motor menyatu bagaikan air bah mengalir dan secepat kilat memenuhi seluruh lorong jalan raya khususnya diperempatan ini. Sebuah perempatan di pinggiran kota yang belum tersentuh lampu pengatur lalu lintas merah kuning hijau, sehingga semua merasa berhak untuk melewati perempatan tersebut dari segala arah. 

Teriakan itu yang dominan menjadi ciri disetiap pagi mengatur lalu lalang kesemrawutan menjadi sedikit terurai meskipun penuh umpatan dan mata melotot karena merasa tidak nyaman. Terkadang petugas kepolisian mengatur lalu lintas perempatan itu, tetapi dominan yang bertugas adalah itu tadi. Seseorang yang peduli atau mungkin menjadi mata pencaharian?, saya kira kurang tepat. Karena teriakan dan wajah garangnya betul-betul agar pengendara menjadi tertib terutama pengendara roda dua yang terbiasa menggunakan area kosong manapun di jalan untuk melaju. Sementara tidak terlihat tangannya menengadah menunggu koin recehan atau lembaran rupiah terkecil hinggap di tangannya. Kalaupun ada yang memberi, dia terima. Tetapi lebih sering mata ini melihat dia tidak peduli dengan sodoran receh tersebutkarena begitu asyik dan sibuk mengatur lalu lalang kendaraan dan orang di perempatan ini.

Pernah mencoba suatu pagi mengulurkan selembar uang, tetapi tidak dipedulikan karena ada dua motor yang nyelonong memaksa masuk jalur berlawanan telah menggugah perhatiannya. Tentunya dia tarik punggung pengendara motor itu sambil berteriak untuk tetap di jalurnya, dan pengendara tersebut menuruti. Juga tidak segan memukul bodi samping mobil yang nyerobot antrian seolah perempatanini miliknya sepenuhnya.

Satu dua kali melihat dia, sepintas seperti preman pengatur jalan yang orientasinya uang recehan. Pastinya mengutamakan yang memberi uang, untuk diberi jalan melewati keruwetan perempatan ini. Apalagi dengan pakaian yang lusuh, wajah garang dan teriakan yang memekakkan gendang telinga. Cocok sekali hipotesa itu. Tetapi seiring waktu betapa dalam bungkus kelusuhan dan teriakan ala kebun binatang terlihat sebuah integritas pengabdian tanpa pamrih demi kelancaran lalu lintas di sebuah perempatan dipinggir kota. Tidak pernah mengeluh dan terlihat lelah disaat berteriak dengan kedua tangan teracung sibuk mengatur lalu lintas. Juga tidak merasa risih pada saat menerima respon negatif dari pengendara akibat teriakannya yang membahana. Dia menikmati perannya, mengelola momentum dan menjadi diri sendiri. Dia menikmati.

Terima kasih pelajarannya hari ini kawan, meski dengan teriakan dan kata-kata kasar ternyata mengingatkan pada diri ini bahwa setiap individu memiliki peran sekecil apapun. Tinggal bagaimana kita memahami, memaknai dan mensyukuri apa yang telah diberi oleh Allah Yang Maha Murah Hati. Melaksanakan peran kita dengan sungguh-sungguh dan penuh integritas tanpa terganggu oleh gemericik recehan ataupun gelimang rupiah yang bersifat fana. Maka rasakanlah, dunia terasa lebih luas dan bisa bernafas lega.

Tjimahi, 291013

@andriekw




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline