Lihat ke Halaman Asli

Misi Back-to-Back Nadal versus Superioritas Djokovic

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Final Grand Slam AS Terbuka 2011 akan kembali menghadirkan laga antara Rafael Nadal versus Novak Djokovic. Namun, mereka akan memasuki arena laga di Arthur Ashe Stadium, Flushing Meadows, New York, Senin (12/9) waktu setempat, dengan kondisi yang benar-benar terbalik satu sama lain.

Tahun lalu, Nadal sang juara bertahan berada di peringkat satu dunia. Namun kali ini, Djokovic yang jadi finalis 2010 kukuh berada di puncak peringkat ATP. Setahun silam, Rafa –panggilan Nadal- sedang mengejar grand slam ketiganya. Kini Nole –sapaan Djokovic- yang berada di posisi tersebut, setelah merebut Australia Terbuka dan Wimbledon.

Di atas kertas, Djokovic lebih diunggulkan. Petenis Serbia ini sedang menikmati musim terbaiknya dalam karier. Dia merebut sembilan gelar, di antaranya adalah dua grand slam dan menjadi petenis pertama yang sukses menjuarai lima ATP World Tour Masters 1000 (Indian Wells, Miami, Madrid, Roma, Montreal) dalam semusim. Fenomenal.

Djokovic seakan unstoppable. Bahkan bagi Nadal sekalipun. Pada Final Grand Slam AS Terbuka 2011 peluangnya sangat besar untuk membalas kekalahan dari Nadal di partai puncak tahun lalu. Tahun ini, dia sukses menyapu bersih kemenangan dalam lima pertemuan –semuanya terjadi di partai final- melawan petenis Spanyol itu.

Inilah yang bakal menghantui Nadal di partai puncak nanti. Seperti diketahui, Nadal dikenal sebagai petenis bermental paling tangguh yang selalu tampil dengan determinasi tinggi di ATP Tour, bahkan dalam kondisi cedera sekalipun. Namun, petenis berusia 25 tahun ini tak menemukan jawaban untuk menaklukkan permainan Djokovic musim ini.

”Dalam beberapa momen, saya seperti tak yakin 100% bisa menang. Itu adalah masalah besar. Karena ketika itu terjadi, kans untuk juara pun berkurang. Inilah yang akan saya coba atasi Senin (12/9) ini,” ujar petenis berusia 25 tahun ini. ”Saat ini, yang terpenting adalah tampil dengan permainan terbaik dan selalu menggenggam keyakinan bahwa saya bisa juara,” lanjut petenis yang juga memiliki julukan The King of Clay ini.

Misi back-to-back sang juara bertahan dipastikan kandas bila tak mampu tampil solid dengan rasa percaya diri tinggi melawan dominasi Djokovic. Walau begitu, Nadal menunjukkan dia layak berada di partai puncak dengan menyingkirkan seeded 4 Andy Murray 6-4, 6-2, 3-6, 6-2 pada semifinal.

Nadal pun sebenarnya tidak tampil buruk dalam semusim terakhir. Sayangnya, ketika dia berhasil mendominasi Federer, muncullah Djokovic dengan superioritasnya yang kini telah mencatatkan rekor menang-kalah terbaik pada 2011, 63-2. Selain itu, Nadal juga kalah di berbagai surface, yaitu di final Wimbledon (grass), di Roma dan Madrid (clay), serta Miami dan Indian Wells (hardcourt). Total, Djokovic memenangkan 11 dari 14 set pertandingannya melawan Nadal musim ini.

”Saya yakin bisa menang melawan dia (Nadal). Itu telah bisa saya buktikan di tiga surface berbeda musim ini,” ujar Djokovic. Rasa percaya diri The Djoker, julukan Djokovic, begitu tinggi setelah menaklukkan Roger Federer di semifinal, seusai tertinggal dua set. Secara spektakuler dia memupus dua match point Federer dan merebut empat game beruntun untuk menang 6-7 (7-9), 4-6, 6-3, 6-2, 7-5.

Permainan Federer, salah satu yang terbaik dalam kancah tenis dunia saat ini, memang masih memiliki kelas. Namun, dalam dua tahun terakhir ini “kedigdayaan” petenis Swiss ini memudar. 2011 pun bisa dibilang tahun terburuk pemegang rekor 16 Grand Slam ini. Untuk kali pertama sejak 2002, Federer tak mampu merebut satu pun dari empat gelar grand slam dalam semusim.

Di lain pihak, kemenangan atas sang maestro dari Swiss adalah sukses paling signifikan dalam karier Djokovic. Dia seakan kian sahih menempati posisi peringkat satu dunia saat ini. Sukses Djokovic ini pun kian menepikan sang mantan nomor satu asal Swiss itu menjadi “penonton” di peringkat tiga dunia.

Djokovic kini tak lagi dikenal sebagai petenis top dunia, tetapi juga seorang juara dengan mental baja. Hanya, bukan kemenangan atas Federer di semifinal 2011 yang disebut petenis Serbia ini sebagai titik balik kariernya, melainkan laga versus Federer di babak yang sama tahun lalu.

”Setelah pertandingan itu, saya mulai yakin mampu memenangkan setiap pertandingan melawan petenis top dunia. Rasa percaya diri itu yang membuat saya berkembang, dan mampu meningkatkan kualitas permainan serta mental berlaga dalam setahun terakhir ini,” ujar Djokovic.

Era rivalitas Federer vs Nadal, era yang kita kenal dalam kurun setengah dekade terakhir, pun seakan telah berganti dengan munculnya rivalitas (yang sebenarnya juga tak bisa dibilang baru) yaitu Nadal vs Djokovic. Keduanya adalah petenis terbaik saat ini. Performa brilian, determinasi tinggi, dan konsistensi mereka berulang-ulang menciptakan raut kekalahan di wajah para petenis lain kala meninggalkan lapangan. Final ideal antara peringkat satu melawan peringkat dua dunia. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline