Lihat ke Halaman Asli

Wabah Penyakit (Pragmatisme)

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pragmatisme,kata yang sering terlantun dari mulut si generasi penerus. Kamu pragmatis. Kamu yang lebih pragmatis. Gelontaran kata-kata itu saling menghujam satu sama lain. Tapi,Sebenarnya apa itu arti pragmatisme? Pragmatisme secara harfiah terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani,Pragma (Materi atau pekerjaan) dan Praseein (membuat atau melakukan). Jadi pragmatisme dapat didefinisikan suatu kegiatan yang berdasarkan kegunaan praktis untuk memenuhi kepentingan subjektif individu,bukan pada pengakuan kebenaran secara objektif. Atau dengan kata lain kebahagian pribadi diatas kepentingan bersama.

Pragmatisme sangatlah menjamur dikalangan masyarakat,baik tua atau muda,kaya atau miskin,mahasiswa ataupun dosen. Tanpa disadari penyakit ini hampir diderita pada setiap strata sosial. Hanya yang membedakaannya tingkatannya. Ganas atau masih jinak. Benak penulis pun bertanya,apakah penyakit ini berbahaya bagi penderitanya? Kalau kita merujuk pada definisi pragmatisme diatas, maka dapat penulis katakan bahwa penyakit ini sangatlah berbahaya. Bahayanya penyakit ini (pragmatisme) terletak pada kata-kata ”Memenuhi kepentingan subjektif individu”. Makna kata-kata tersebut akan menunjukkan pada sifat manusia yang individualistis dan cenderung untuk menguntungkan pribadi. Dan mengabaikan kepentingan bersama. Sangat ironilah jika orang yang menderita penyakit (pragmatisme) ini,dan tidak sadar bahwa dia telah mengidapnya.

Memang pragmatisme sangat menjanjikan sebuah kenikmatan. Tapi itu hanya fatamorgana. Yang apabila dilihat lebih lanjut tidak memberikan suatu keuntungan yang hakiki. Justru membuat lebih tersiksa. Pragmatisme dewasa ini,banyak melanda kaum intelektual. Mereka mulai mencintai penyakit ini. Sebab dengan mengidap penyakit pragmatisme ini mereka dapat santai-santai dan ongkang-ongkang kaki tanpa harus menguras keringat.

Mereka bahkan rela mengkhinati tujuan kolektif yang sudah lama mereka idam-idamkan. Hanya untuk kenikmatan sesaatnya. Mereka memang dapat merasakan mobil mewah,istri cantik,harta melimpah,dan uang yang banyak. Tetapi, apakah itu suatu kebanggaan? Tidak. Itu hanya sebuah rayuan yang hanya menidurkan mereka sesaat. Dan jika terbangun,tanpa mereka sadari mereka telah berada di dalam mulut harimau dan harimau tersebut siap untuk melahap mereka (enak tenan). Tidak hanya itu,hukuman sosial pun akan beralamat kepada pengidapnya. Cacian,makian,dan pengucilan itu semua akan mereka hadapi. Dan itu semua lebih menyakitkan. Serasa tinggal di penjara yang tak bersel.

Sudah saatnya kita lepas segala embrio-embrio pragmatisme. Jangan beri mereka ruang gerak. Desak terus,biar embrio tersebut mati. Dan kita dapat merasakan kebahagiaan hakiki. Karena kebahagian itu akan terasa nikmat jika tujuan kolektif itu tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline