Revolusi industri diperkenalkan pertama pada pertengahan abad ke-19. Tercatat permulaan revolusi industri terjadi kira-kira antara tahun 1760-1830. Revolusi ini kemudian terus berkembang dan mengalami puncaknya pada pertengahan abad ke-19.
Seiring berjalannya waktu Industri 4.0 telah memperkenalkan teknologi produksi massal yang fleksibel. Mesin akan beroperasi secara independen atau berkoordinasi dengan manusia. Industri 4.0 merupakan sebuah pendekatan untuk mengontrol proses produksi dengan melakukan sinkronisasi waktu dengan melakukan penyatuan dan penyesuaian produksi.
Istilah revolusi industri diperkenalkan pertama kalinya oleh Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui pada pertengahan abad ke-19. T.S. Ashton mencatat permulaan revolusi industri terjadi kira-kira antara tahun 1760-1830.
Revolusi ini kemudian terus berkembang dan mengalami puncaknya pada pertengahan abad ke-19, sekitar tahun 1850, ketika kemajuan teknologi dan ekonomi mendapatkan momentum dengan perkembangan mesin tenaga-uap, rel, dan kemudian di akhir abad tersebut berkembang mesin kombusi dalam serta mesin pembangkit tenaga listrik.
Industri Konstrusi yang pada awal menggunakan teknik dan teknologi sederhana, kini telah berkembang dengan pesat, dimana dahulu masih menggunakan tenaga manual dan di operasikan oleh banyak orang.
Sejalan dengan waktu mengikuti perkembangan dan pemanfaatan teknologi memungkinkan pengoperasian peralatan kontruksi dengan hanya satu orang operator. Out put dari industri konstruksi yang ada dibangun lebih cepat, lebih tinggi, lebih besar serta berbagai keunggulan lainnya.
Garis besar sejarah revolusi industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri 4.0. Industri 1.0 ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur (Hermann et al, 2015; Irianto, 2017). Istilah industri 4.0 berasal dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur.
Industri 4.0 sebagai fase revolusi teknologi mengubah cara beraktifitas manusia dalam skala, ruang lingkup, kompleksitas, dan transformasi dari pengalaman hidup sebelumnya. Manusia bahkan akan hidup dalam ketidakpastian (uncertainty) global, oleh karena itu manusia harus memiliki kemampuan untuk memprediksi masa depan yang berubah sangat cepat.
Tiap negara harus merespon perubahan tersebut secara terintegrasi dan komprehensif. Respon tersebut dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan politik global, mulai dari sektor publik, swasta, akademisi, hingga masyarakat sipil sehingga tantangan industri 4.0 dapat dikelola menjadi peluang.
Menghadapi industri 4.0, sektor konstruksi perlu berbenah, pada proses bisnis industri konstruksi harus diubah untuk meningkatkan efisiensi, menurunkan biaya produksi dan memperbaiki proses produksi.