Oleh: Andrianus Yovianto
Pada pemilihan presiden di bulan Februari yang lalu begitu banyak partai yang mendukung Prabowo dan Gibran sehingga disebut sebagai koalisi gemuk, dan selang beberapa bulan setelah pemilihan presiden kita di kejutkan dengan adanya isu bahwa Prabowo menambahkan kursi menteri di eranya dengan sebanyak 44 menteri, dan hal ini sejalan dengan adanya Revisi UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Dalam revisi UU tersebut ada berapa pasal yang di rubah yang termasuk Pasal 15 yang sebelumnya mengatur jumlah kementerian yang dibentuk oleh presiden maksimal 34, Sedangkan dalam pasal 15 yang suda direvisi atau yang baru mengatur bahwa jumlah kementerian negara yang dibentuk dan ditetapkan oleh presiden sesuai dengan kebutuhan penyelenggara negara, dan tentunya Perubahan ini akan memungkinkan bahwa presiden terpilih Prabowo akan menambahkan kementerian di eranya.
Menurut Feri Amsari seorang pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas pengesahan undang-undang itu memberikan kesan bahwa partai politik mengupaya untuk memaksa Prabowo untuk menambah angka kementerian seiring dengan kepentingan partai politik.
Jika dikaitkan dengan kondisi sekarang bahwa yang di dalam kementerian itu hanya sekedar untuk mengisi kursi menteri atau titipan dari partai politik tertentu yang tidak memiliki keahlian, sehingga dari situ banyak kebijakan-kebijakan yang di keluarkannya tidak relevan dengan masalah yang ada di masyarakat.
Pada dasarnya penambahan menteri yang di kelakar oleh Prabowo merupakan sebuah upaya yang di keluarnya agar bisa mengakomodasi permintaan dari partai politik yang mendukungnya (koalisi gemuk) dan sepertinya Prabowo di tuntut oleh partai pengusungnya agar mereka bisa masuk di pemerintahan, karena dalam partai politik memiliki posisi dalam pemerintahan merupakan sebuah tempat yang strategis untuk mempengaruh kebijakan sesuai dengan kepentingan mereka.
Memang hal ini tidak lazim di Indonesia yang sistem bagi-bagi jabatan. yang menjadi keresahannya jika orang yang di pilih tidak memiliki keahlian dalam bidang yang diberikan dan jangan sampai masyarakat menilai bahwa di kementerian era Prabowo merupakan titipan dari partai politik yang mengusungnya.
Dan tak hanya itu juga penambahan kursi menteri ini menimbulkan beban birokrasi dan biaya yang membengkak di pemerintahan apa lagi saat ini negara Indonesia memiliki banyak utang yang sampai sekarang belum dilunasi.
Sebenarnya penambahan kursi menteri ini tidak memiliki urgensi karena pada dasarnya kemajuan dalam suatu negara tidak di ukur seberapa banyaknya menteri, tetapi bagaimana orang yang duduk dalam kementerian itu memiliki keahlian sesuai dengan bidangnya.
Oleh sebab itu pemerintah harus memikirkan secara matang terkait penambahan jumlah menteri ini dan harus di ikuti juga struktur pengawasan yang sangat ketat sebelum memutuskan untuk penambahan kursi menteri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H