Covid-19 atau corona virus merupakan virus yang berbahaya dikarenakan adanya transimisi yang cepat dan lebih mudah dibandingkan wabah SARS yang pernah melanda dunia pada tahun 2003. Pandemic covid-19 yang kini tengah melanda hampir seluruh belahan dunia yang sudah mencapai rekor dunia dan membuat geger berbagai lapisan masyarakat. Virus ini diketahui adanya pertama kali berasal dari Wuhan, China pada akhir tahun 2019 lalu dan menyebar secara cepat pada awal tahun 2020.
Pandemi Covid-19 yang sudah terjadi di indonesia dengan menanggapi cara yang beragam oleh masyarakat. Dengan adanya kemampuan literasi dan intelektual yang cukup memiliki tingkat kepekaan yang tinggi bagi masyarakat dengan melakukan tahap-tahap dari antisipatif dan cenderung bagi masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan dari pemerintahan, meskipun sebagian ada beberapa kelompok masyarakat yang sudah menganggap ini hanyalah dari sebuah kepentingan elite global saja dengan adanya tangan-tangan dari WHO.
Begitu juga dengan kaum menengah memiliki cukup dalam intelektual dan akses informasi yang tercukupi dalam tanggapan yang sama. Hanya saja dikarenakan adanya tuntutan dari peran kerja dan ekonomi ini sudah termasuk dalam posisi yang sangat sulit sehingga mereka harus tetap bekerja. Sedangkan dilihat dari protokol kesehatan, pemerintah mengharuskan masyarakat dalam melakukan social distancing bahkan pshysical distancing sehingga terhambatnya pekerjaan mereka.
Social distancing yaitu pembatasan diri dengan sesama lainnya minimal dengan jarak 1 meter tepat dimana anda berdiri dan physical distancing yaitu tindakan melakukan dalam kontak fisik seperti berjabat tangan, berpelukan, berciuman dan cipika-cipiki. Masyarakat dengan tingkat edukasi rendah dalam intelektual dan akses informasi sehingga belum baik dikarenakan ketiadaan akses dan atau dikarenakan enggan dalam mendapatkan akses informasi yang sering diabaikan masyarakat dengan adanya Covid-19 ini. Masyarakat yang umumnya tinggal di pedesaan dan tempat yang terpencil dengan adanya sistem komunal ini justru terkadang memiliki kualitas terhadap protokol kesehatan dengan adanya dari kebiasaan atau budaya dan ataupun dari keagamaan.
Masyarakat komunal yang sebagian besar tinggal di pedesaan dan tempat-tempat yang terpencil dapat dikatakan sebagai kelompok ketiga dalam menyikapi Covid-19. Dengan begitu, tidak semuanya masyarakat mengabaikan tetapi juga sebagian besar menunjukkan dalam sikap yang tidak kompromis terhadap protokol kesehatan yang sudah di tetapkan oleh pemerintahan dan sudah di disampaikan langsung dari pemerintah desa setempat. Mengutip dalam pemikiran Emile Durkheim menyatakan bahwa masyarakat pedesaan memiliki ikatan solidaritas mekanik diantaranya adalah kesadaran hukum represif tinggi, kolektif tinggi, dan begitu pula dengan consensus terhadap nilai-nilai dalam normative itu sangat penting.
Faktor budaya atau kebiasaan dan agama menjadi salah satu titik yang terpenting dalam pandemic covid-19. Dalam faktor kebiasaan atau budaya masyarakat komunal sangat erat kaitannya dengan kegiatan seremonial yang melibatkan banyak orang dalam kerumunan atau perkumpulan yang besar sehingga mengabaikan anjuran dari social distancing sehingga, dilihat dari individu tidak memiliki kemampuan dalam melakukan penolakan sistem sosial komunal di setiap individunya sangat memerlukan dukungan sosial yang kuat untuk menghindarkan dirinya dalam tekanan yang bisa menyebabkan peningkatan resiko depresi. Dimana secara tidak langsung masyarakat komunal menggangap bahwa dukungan sosial sebagian bisa memicu rasa aman.
Persoalan ini menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menghadapi Covid-19, dimana adanya tuntutan terhadap kedisplinan setiap individunya dalam melakukan kegiatan pencegahan dan penyebaran Covid-19 dan melakukan kebijakan PSBB berbagai pedesaan. Merebaknya kasus pandemi Covid-19 di indonesia dalam menyikapi dengan cara yang berbeda dari masyarakat sesuai dengan sumber informasi yang diterima, dilihat dari cara sudut pandang terhadap informasi yang dipengaruhi dari faktor budaya dan agama. Masyarakat pedesaan dengan sistem komunal memiliki cara pandang dengan khas yang berbeda dalam menanggapi kasus Pandemi Covid-19, dimana adanya diklasifikasikan kedalam tiga faktor besar yakni faktor budaya, agama dan ekonomi.
1. Faktor Budaya
Dalam melakukan aktivitas sehari-hari hampir tidak memungkinkan melakukan secara individual. Berbagai kegiatan saremonial baik yang bersifat umum ataupun keagamaan yang tak luput dari interaksi sosial masyarakat yang mengabaikan dalam protokol kesehatan berupa social distancing.
Dalam identitas sosial yang dimiliki masyarakat komunal adalah bagian yang paling terpenting yaitu identitas psikologis. Setiap individu ikut berperan dalam mempengaruhi orang lain begitu juga sebaliknya, bahwa orang lain juga bisa mempengaruhi bagi kehidupan individu. Protokol kesehatan berupa pembatas dari sosial dan fisik yang paling sulit dilakukan adalah masyarakat karena dalam aktivitas keseharian dapat dilakukan secara bersama -sama atau berkelompok. Mulai dari aktivitas bercocok tanam dan bergotong-royong dengan melibatkan tetangga dengan bekerja saling membatu dalam melakukan aktivitas-aktivitas hampir dilakukan sehingga tidak sesuai dengan protokol kesehatan dengan adanya alasan kekerabatan ataupun kekeluargaan dan keakraban dari setiap individu.
2. Faktor Agama
Dalam agama seharusnya menjadi sebagian dari solusi etika masyarakat dihadapkan dengan tantangan dari kesehatan seperti sekarang ini di era pandemic covid-19, karena di luar agama yang seharusnya menjaga manusia dan kemanusiaan dengan adanya aturan yang jelas dan tegas masih banyak diabaikan terhadap umatnya sendiri. Beralih lagi banyak umat agama justru masih menentang berbagai upaya pemerintah dalam melakukan pemutusan rantai penularan Covid-19. Kita bisa melihat dalam pembatasan penggunaan tempat ibadah disalah artikan dengan adanya penutupan tempat ibadah, sehingga anjuran ibadah dirumah bisa dimaknai sebagai upaya represif terhadap gerakan dakwah. Sehingga tekanan dalam menyesuaikan diri dengan pendapat mayoritas dalam kelompok merusak peluang anggota dalam menganalisis kondisi keadaan. Praktik-praktik keagamaan yang memiliki sifat sekunder juga masih tetap dilaksanakan dengan alasan sudah menjadi suatu kebudayaan ataupun kebiasaan. Bahkan bisa dikatakan bahwa aktivitas tersebut sebagai dari bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan.
3. Faktor Ekonomi
Masyarakat komunal yang sebagian besar berada di pedesaan dapat diidentifikasikan sebagai masyarakat dengan pendapat kurang atau tidak tetap. Karena masyarakat tersebut masih mengupayakan bercocok tanam dan berternak sebagai bentuk aktivitas harian untuk mencukupi kebutuhan dalam perekonomian mereka.