Sumber (blog pribadi)
Oke guys, kali ini gue akan sedikit cerita pengalaman jalan-jalan ke Pulau Sempu bersama temen dari Backpacker Indonesia (BPI). Sebenarnya gue udah pernah ke Pulau Sempu, sekitar bulan Maret tahun 2011, tapi waktu itu gue naik motor bareng temen-temen satu jurusan. Kali ini, perjalanan gue bersama temen BPI naik angkutan umum. Tiga orang temen BPI bernama Renno, Mirella (chacha), dan Pipit. Awalnya gue sama sekali gak kenal siapa mereka. Modalnya hanya saling percaya saja, dan akhirnya kita berangkat ke Sempu bersama. Start kita di stasiun Malang kemudian naik angkot AG jurusan Gadang. Perjalanan dari stasiun kota ke Gadang kira-kira 30 menit dengan biaya Rp 3.000 per orang. Kita turun di terminal Gadang untuk ganti angkutan (elf) ke Turen. Kalau mau tahu gimana sih perempatan Gadang tempat ganti angkutan bisa lihat foto di bawah Gan: Perempatan Gadang, Malang Turun dari angkot AG, kita naik elf menuju ke Turen dengan biaya Rp 4.000 per orang. Ternyata sopir elf menawarkan diri untuk mengantar jemput kita ke Sendang Biru dengan biaya Rp 200.000. Sebenarnya harga itu sudah termasuk murah guys, apalagi kalau kita berangkatnya rombongan. Tapi disini ane sarankan agar nggak usah carter elf dari Gadang, karena ternyata kita ditipu oleh sopir itu. Perjalanan dari Gadang ke Sendang Biru kira-kira selama 3 jam. Dari data Exif foto yang ane ambil, kita berangkat dari Gadang jam 13.32 dan sampai di Sendang Biru pukul 16.35 WIB. Belum puas saya hunting foto di Sendang Biru, kami sudah harus menyebrang menggunakan kapal terakhir. Pantai Sendang Biru Saran gue, kalau mau puas di Sendang Biru, berangkat lebih pagi dari kota Malang. Sebelum menyeberang, kita diharuskan izin (mendaftar) ke petugas-nya. Biayanya tidak mahal, cukup dengan sebungkus rokok "Gudang Garam Surya" atau rokok apa sajalah. Setelah semua urusan selesai, perjalanan menggunakan kapal pun siap dilakukan. Pemandangan indah pada senja sore itu mengiringi perjalanan kami berempat. Kuning keemasan langit seolah mengatakan, perjalanan ini lebih berharga dibanding dengan harta. Senja di Perjalanan Matahari Senja Gelap dan lebat hutan menimbulkan suasana mistis mengiringi perjalanan kami menuju segara anakan. Hanya sorot lampu senter yang memberikan kenyamanan kepada kami membelah hutan hujan tropis yang sunyi. Perjalanan ini sungguh terasa lama. Pertanyaan tentang sampai kapan akhirnya pun sering kami lontarkan, mengisi keheningan malam. Akhirnya, perjalanan penuh misteri itu pun berakhir. Tak terasa 2 jam lamanya kita berada dalam hutan yang gulita, tak ada penerangan, bahkan cahaya bintang pun tak mampu menembus lebatnya daun rimba yang menjulang. Tenda pun telah didirikan, di pesisir segara anakan Pulau Sempu. Kini ku bisa menikmati guyuran cahaya bintang jutaan tahun yang lalu. Setia menemaniku dalam lelap. Tak sengaja mata ini terbuka, melihat cahaya bintang yang mulai memudar. Biru langit mulai sedikit nampak dihiasi warna merah kekuningan dalam hitamnya fajar. Beberapa menit tak terasa ku habiskan waktu menikmati indah ciptaan Allah hingga matahari penuh menampakkan wajahnya. Hijau air Segara Anakan mulai tampak, menyejukkan mata ini. Mengobatinya dari kekangan putih sinar LCD laptop yang setiap hari kupandang. Kutengok kebelakang, pasukan kera mulai berkeliaran mencari sarapan. Segara Anakan Pulau Sempu, Malang Aku disini!!!! Sungguh aku ingin tetap disini. Menikmati semua hal yang Allah suguhkan kepadaku. Menikmati aroma khas angin pantai. Menikmati ribut gemuruh ombak yang menyapu karang. Rasa berat berpisah semakin kuat saat siang menjelang. Sampai jumpa lagi, aku akan kembali lagi kesini bersama masa depanku. Bersama Kawan dari Semarang Kita Dibalik Tebing Kokoh Segara Anakan Segara Anakan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H