Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia adalah penegak dan penjaga Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Pada tahun ini, DKPP menghimpun pandangan mitra kelembagaannya untuk memberikan masukan. Semacam sebuah evaluasi tahunan dengan menggunakan jejak pendapat ahli dan lembaga kepemiluan.
Pertanyaan dan Jawaban:
1.Apakah sistem penegakan kode etik penyelenggara pemilu saat ini efektif meningkatkan integritas penyelenggara pemilu?
Jawaban:
Dalam penegakan kode etik penyelenggara pemilu, KIPP Indonesia menilai bahwa keberadaan dewan kehormatan cukup memberikan penguatan terhadap proses dan produk penyelenggaraan pemilu. Sebagaimana kekhawatiran akan integritas penyelenggara pemilu. Kita mulai meminta suatu lembaga penjaga etik dan kehormatan penyelenggara pemilu. sehingga, kita bisa mempercayai bahwa proses penyelenggara dan produknya sesuai dengan harapan.
Setidaknya, kata DKPP itu sendiri, telah memberikan alasan bagi penyelenggara pemilu untuk takut. Khawatir diberhentikan yang berdampak pada kehilangan pekerjaan dan penghasilan juga panggung politik yang lama diimpi-impikan. Akan tetapi, bahwa masih adanya penyelenggara yang terkena sanksi DKPP adalah bukti. Bahwa penyelenggara pemilu masih tidak mampu menjalankan amanah konstitusi dan undang-undang. Sehingga muncul pertanyaan, mungkin seleksinya yang harus diperbaiki. Atau memang ada pengaruh kekakuan dalam menjalankan amanah sehingga melanggat etika sebagai penyelenggara pemilu.
Setiap kali DKPP bersidang, memerika dan menjatuhkan putusan. Maka, bagian dari penjagaan kehormatan penyelenggara pemilu terjadi. Namun, pengulangan dan terus berulang membuat kita ragu dan kembali khawatir pada integritas, kredibilitas, profesional dan indepedensi penyelenggara pemilu. sehingga, pada pokoknya, kita merasa bahwa putusan DKPP, masih kurang untuk menguatkan integritas kelembagaan penyelenggara pemilu.
Oleh sebab itu, KIPP Indonesia merasa perlu untuk mengingatkan DKPP. Agar memberikan ruang pada pengumpulan data dan analisis proses serta putusan. Pada kemudian hari, menjadi dasar untuk merevisi undang-undang kepemiluan. Atau, kalau perlu, ada kepastian sanksi pidana selain dari sanksi etik kepada penerima putusan DKPP.
2.Apakah sanksi etik yang dijatuhkan DKPP memberikan efek jera kepada penyelenggara pemilu?
Untuk menjawab pertanyaan kedua ini, KIPP Indonesia merasa ragu pada kata 'memberikan efek jera'. Apakah yang dimaksud 'memberikan efek jera' berkaitan dengan tidak mengulangi kesalahannya? Jika iya, maka jawaban KIPP Indonesia adalah putusan DKPP belum memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran kode etik peyelenggara pemilu.
Mengapa demikian? Jawabannya sederhana. KIPP Indonesia termasuk salah satu pihak yang meminta DKPP menyampaikan laporan; berapa kali KPU RI dan Bawaslu RI menjadi para pihak di sidang DKPP? Lalu, sanksi apa saja yang mereka (komisioner) terima? Ternyata, DKPP memberikan jawaban melalui infografis yang membuat kita ragu untuk menjawab pertanyaan nomor dua.