Lihat ke Halaman Asli

Andrian Habibi

Kemerdekaan Pikiran

Sidalih (Bisa) Menghilangkan Hak Pilih

Diperbarui: 16 November 2018   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis bersama KPU Kota Payakumbuh

Komisi Pemilihan Umum diuji dengan data pemilih dan Badan Pengawas Pemilu diuji dengan politik uang. Itulah kira-kira nasehat dari Nur Hidayat Sardini, mantan Ketua Bawaslu dan Anggota DKPP.

 Ada persoalan dalam pendataan pemilih untuk pemilihan umum. Masalah ini mulai dari data yang berbeda dan sistem. Data pemilih bagaikan suatu kutukan. Bukan karena tidak ada pendataan, karena kita semua tahu tahapan pendataan telah selesai. Lalu, kenapa masih ada pemilih yang tidak terdata?

Dari sebuah obrolan, ketidaksempuranaan data pemilih tercipta akibat kerja di teknis pemilu. Saat kejadian demokrasi berlangsung. Saat itulah pendataan dilakukan. Sedangkan, pendataan itu terkait administrasi. Padahal, tertib administrasi masih belum menjadi kebudayaan. Masih berupa kepentingan kasuistis. Saat perlu, barulah mengurus administrasi.

Akibatnya, pendataan pemilih dengan beragam masalah sebelum pemilu, menyulitkan penyempurnaan data pemilih. Bagaimana membersihkan data pemilih yang sudah meninggal, pindah tempat tinggal, atau pemilih muda (baru). Tentu saja, pendataannya harus berkelanjutan. Bukan hanya, pendataan saat tahap pemilu.

Dari sisi sistem, ada permasalahan pada sistem data pemilih atau sidalih. Tapi, masalah sistem, bukan pertama kali. Sebelumnya, ada masalah pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), Sistem Hitung (Situng) Pilkada 2018, Sistem Informasi Pencalonan (Silon) dan sistem informasi lainnya.

Muncul pertanyaan, apakah sistem-sistem informasi ini memang bermasalah? Ataukah sistem milik KPU itu merupakan bagian dari masalah manajerial atau opersional teknis?

Untuk menjawab pertanyaan ini. KPU RI harus segera mengevaluasi diri. Perlu program check internal. Sehingga bisa menemukan masalah semua sistem yang ada. Beberapa waktu yang lalu, penulis sempat mendengar pengakuan KPU salah satu kota. Kata mereka, saat penginputan data pemilih, kadang sistemnya rusak. Bahkan, masalah penundaan pleno penetapan pemilih, kabarnya akibat sidalih eror.

Ini adalah bahaya yang jelas di depan mata. Bagaimana kepentingan hak konstitusional pemilih untuk didata. Kemudian nantinya akan menggunakan hak pilihnya. Tetapi, pemilih tidak terpenuhi hak untuk memilihnya akibat sistem yang rusak. Bagaimana mungkin sistem menjadi penentu hak konstitusional warga negara dalam pemilu?

Oleh sebab itu, pihak kesekjenan, pengelola dan operator nasional untuk sidalih yang tampil. Mereka harus menjelaskan bagaimana mekanisme kerja sidalih. Mulai dari perbaikan sistem, cara kerja, siapa yang membuat dan mengelola, juga kenapa ada masalah penginputan dan eror sebelum pleno.

Perlu diingat, bahwa kesengajaan atau pembiaran sidalih yang eror bisa berujung pidana. Bahwa, setiap orang yang dengan sadar mengilangkan hak pilih dapat dikenai sanksi pidana. Karena, beberapa kasus, saat pemilih telah melalui semua proses pendataan. Tapi, ternyata secara sistem tidak masuk di sidalih. Itu, sama saja, ada suatu kejadian yang membuat sidalih menghilangkan hak pilih.

Membaca pentingnya hak pilih dan pendataan yang berkaitan dengan sisten informasi. Bagaimana KPU memberikan ruang kepada pihak sekretariat jenderal dalam teknis sidalih untuk menjelaskannya. Penambahan waktu 30 hari untuk menyempurnakan data pemilih bukan waktu singkat. Jika sampai tahun 2019, masih banyak pemilih yang tidak masuk sidalih. Maka, kita patut mencurigai semua sistem informasi KPU saat ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline