Lihat ke Halaman Asli

Andrian Habibi

Kemerdekaan Pikiran

Pengebirian Teknis Verifikasi Faktual

Diperbarui: 25 Januari 2018   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Andrian Habibi. (Membaca Demikrasi Prosedural)

Keputusan Mahkamah Konstitusi menetapkan verifikasi faktual bagi seluruh partai politik calon peserta pemilu tahun 2019. Dengan demikian, MK menyatakan bahwa Pasal 173 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu inkonstitusional.

 Sehingga, Pembentuk UU harusnya langsung merevisi ketentuan syarat calon peserta pemilu. Bukannya merubah. Pembentuk UU malah sepakat tidak merevisi, bahkan terkesan melawan putusan MK.

Komisi II DPR RI sebagai bagian pembentuk UU malah memperdebatkan kata faktual. Dengan berbagai alasan. Komisi II DPR, secara mayoritas memaksa KPU untuk mengakali kata verifikasi faktual. Lucu.

Apakah elit politik ketakutan dengan teknis verifikasi faktual?

Pertanyaan ini tentu patut direnungkan. Kalau partai siap secara organisasi. Tentu verifikasi faktual bukan hambatan. Kalau perlu, partai politik bisa membantu tim verifikator. Dengan semangat transparansi, semua mata akan menilai. Partai mana yang benar-benar mengurusi kelembagaan.

Nah, bila putusan MK bersifat final dan mengikat. Tetapi Pembentuk UU melakukan perlawanan makna. Sah-sah saja publik menilai partai politik itu penakut. Tidak berani terbuka. Atau omong doang saat mengatakan penguatan demokrasi. Buktinya, jangankan menguatkan, Partai politik malah melemahkan subtansi pilar demokrasi. Menyedihkan!

KPU Lemah

Lain Komisi II DPR, lain lagi Komisi Pemilihan Umum. Bukannya memperjuangkan penehakan hukum atas putusan MK. KPU malah berusaha untuk mengakomodir keinginan politik. Entah apa yang muncul di benak Komisioner. Mengalah dan membuktikan dirinya lemah.

Buku Mengawal Penegak Demokrasi. (Foto: Gunawan Suswanto)

Padahal Anggota KPU Periode 2012-2017 telah menentang kuasa politik. Pasal yang mencengkram "kemandirian KPU" telah dibatalkan MK. Sehingga, KPU memiliki kekuatan "Kemandirian" sesuai amanah konstitusi. Dengan kata lain, KPU tidak perlu takut kepada Komisi II DPR. Lawan saja. Karena membantah Perintah Putusan MK, sama saja telah melawan kepatuhan terhadap putusan peradilan.

Kelemahan menjaga kemandirian KPU pun menjadi masalah baru. Sejak tahapan pendaftaran calon peserta pemilu. Para mantan anggota KPU membantu anggota KPU periode 2012-2017. Kita masih ingat, bagaimana prahara Sistem Informasi Partai Politik (Sipol)? Mantan membantu Anggota. Bahkan, mereka hadir untuk memberikan semangat kelembagaan saat penetapan hasil Sipol.

Tetapi, kemesraan itu pun luntur. Bagaikan persaudaraan yang retak. Empat mantan Anggota KPU memberikan peringatan kerar. Mereka -Juri Ardiantoro, Hadar Nafis Gumay, Sigit Pamungkas dan Ferry Kurnia Rizkiyansyah- menyampaikan siaran pers. Pada pokoknya mengingatkan KPU untuk menjaga kemandirian lembaga. Sebagaimana semangat perjuangan melawan kuasa politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline