Bandung--Konsep masyarakat bisa mencakup satu kesatuan yang sempit dan luas seperti masyarakat dunia, masyarakat Indonesia, masyarakat Jawa, masyarakat kota Padang, masyarakat nagari, masyarakat Desa Lubuk Mneturun. Jika cara hidup masyarakat itu dilihat secara nyata hadir dalam suatu kesatuan lingkungan hidup sosial maka masyarakat dimakan komunitas masyarakat (Siregar, 2008, hlm. 20). Pada artikel kali ini akan membahas mengenai stratifikasi sosial dan kasta yang masuk ke dalam konsep masyarakat. Tujuannya adalah untuk memberikan pengayaan pemahaman bagi kita mengenai status sosial dan peran sosial dalam masyarakat egaliter dan berstratifikasi atau bertingkat-tingkat.
Sebenarnya apa itu stratifikasi dan apa itu kasta? Kajian tentang stratifikasi sosial berkaiatan dengan pengkajian mengenai perbedaan penggolongan masyarakat yang kelihatan tidak adil atau bahkan berlebihan. Penggolongan itu bukan sesuatu yang terberi atau kodrati melainkan bentukan atau buatan masyarakat itu sendiri dari generasi ke generasi dilembagakan secara sosial, akhirnya warga masyarakat hampir tidak mungkin menolak penggolongannya ke dalam suatu kelompok tertentu (Siregar, 2008: 74). Misalnya: dalam suatu komunitas terdapat penggolongan strata tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokan ini didasarkan pada adanya suatu simbol-simbol tertentu yang dianggap bernilai baik secara sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya maupun dimensi lainnya. Simbol-simbol tersebut misalnya, kekayaan (harta), pendidikan, jabatan, kesalehan dalam beragama, gelar dan pekerjaan. Dengan kata lain, selama dalam suatu kelompok sosial (komunitas) ada sesuatu yang dianggap berharga atau bernilai,maka selama itu pula akan ada stratifikasi sosial dalam kelompok sosial (komunitas)tersebut.
Lalu apa parameter pengukuran dari stratifikasi sosial? secara umum terdapat tiga parameter pengukuran yang digunakan untuk mengukur stratifikasi sosial. Pertama, dengan menggunakan parameter distributif. Pengukuran ini dilakukan dengan mengukur distribusi barang dan/atau jasa, misalnya: adanya stratifikasi sosial dalam sistempenggajian karyawan. Kedua, dengan menggunakan parameter korelatif yaitu mengkorelasikan berbagai faktor yang menjadi dasar terbentuknya stratifikasi sosial. Misalnya: mereka yang memiliki kekuasaan, pendidikan tinggi dan jabatan. Ketiga, dengan menggunakan parameter tingkat perubahan misalnya, adanya stratifikasi sosial karena adanya perubahan yang memiliki implikasi sosial. Semakin perubahan tersebut tidak memiliki implikasi sosial, maka semakin memperlambat perubahan stratifikasi sosial.
Selanjutnya apa itu kasta? tak asing rasanya mendengar lontaran orang-orang "berbeda kasta" namun apakah kita memaknai dengan baik apa sebenarnya kasta? atau hanya asal ucap mengikuti kebanyakan orang saja? sebenarnya 'kasta' selalu mendapatkan kritik dalam masyarakat egaliter. Sistem kasta disefinisikan sebagai sebuah tatanan yang membagi semua masyarakat Hindu ke dalam kelompok-kelompok endogam dengan keanggotaan herediter yang serentak memisahkan dan menghubungkan seorang dengan yang lain melalui tiga karakteristik: pemisahan menyangkut perkawinan dan kontak; pembagian kerja dalam setiap kelompok yang mewakili satu profesi tertentu, dan akhirnya hierarki, yang mengurutkan kelompok-kelompok itu pada sebuah skala yang memilah mereka ke dalam kasta tinggi dan kasta rendah (Eriksen, 1998: 242).
Kasta merupakan peninggalan dari agama Hindu, masyarakat Bali yang dominan beragama hindu secara umum dipahami sebagai kedudukan atau penggolongan masyarakat berdasarkan pada keturunan. Kasta masyarakat Bali terbagi atas empat kasta yakni Brahmana, Ksatria, Waisya,dan Sudra. Para ahli sosial mengartikan kasta sebagai hirarki sosial, yakni merujuk pada karakteristik bawaan dan yang diwariskan. Menurut Barth (1981) kasta merupakan bentuk stratifikasi sosial. Ini dijelaskan olehnya dalam penelitiannya pada masyarakat Pathan di lembah Swat di bagian utara Pakistan. Dimana dalam kasta memiliki bentuk strata atau tingkatan-tingkatan tertentu yang bersifat hirarkis. Namun dibatah oleh Louis Dumont (1980). Menurut Dumont, agar dapat memahami kasta untuk melihatnya sebagai bagian yang terpadu dari suatu totalitas sosial dan budaya; karenanya kita tidak dapat berbicara tentang kasta-kasta secara terpisah dari konteks budaya khusus dimana kasta-kasta itu muncul. Dumont menegaskan bahwa kasta merupakan salah satu segi dari kebudayaan India dan harus dipahami dalam suatu totalitas sosio-budaya Hindu.
Kasta membagi masyarakat ke dalam kelompok-kelompok tertentu yang sifatnya herediter (bawaan dan diwariskan). Sistem kasta menyangkut perihal mengurutkan orang-orang sesuai status bawaannya, memiliki norma dan kaidah dalam mengatur keterkaitan antar anggotannya, menciptakan hubungan timbal balik, serta membagi tugas yang hanya dapat dilaksanakan oleh anggota tertentu saja (Anwar, 2015: 25-26). Kesimpulannya, kasta merupakan bagian dari stratifikasi sosial dan masuk ke dalam kelas sosial. Keunikan dari kasta ini adalah kasta merupakan bagian yang terpadu dari totalitas sosio-budaya Hindu yang mana kasta tidak menggunakan parameter kekayaan, pendidikan dan gelar tetapi pembagian strata menggunakan parameter pekerjaan dan bersifat endogami secara ketat sehingga seorang anak dengan sendirinya menjadi anggota dari kasta orangtuanya.
Referensi
Anwar. (2015). Dinamika Relasi Antar-Kasta Pada Masyarakat Transmigran Bali di Desa Kertoharjo Kabupaten Luwu Timur. Skripsi. Universitas Hasanuddin: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Eriksen, Thomas Hylland. (2009). Antropologi Sosial dan Budaya Sebuah Pengantar. Yogyakarta: CV. Titian Galang Printika
Singgih, Doddy Sumbodo. (2007). Prosedur Analisis Stratifikasi Sosial dalam Perspektif Sosiologi. Jurnal Unair. 20(1): 11-22.
Siregar, Miko. (2008). Antropologi Budaya. UNP: Fakultas Bahasa Sastra dan Seni