Lihat ke Halaman Asli

andriana rumintang

menyukai rangkaian kata yang menari dalam kisah dan bertutur dalam cerita. Penikmat alunan musik dan pecinta karya rajutan

Lamun, Dugong dan Kita

Diperbarui: 9 Mei 2018   10:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: pasberita.com

Sewaktu kecil, saya sangat suka menonton aneka film kartun. Salah satu film kartun yang menjadi favorit adalah film The little mermaid. Dimana film tersebut menampilkan tokoh wanita cantik yang hidup di dalam laut, dengan rupa manusia dari wajah sampai ke pinggang dan berbentuk ikan dari pinggang sampai kaki. Sering disebut putri duyung.

Karena film tersebut, saya selalu mengindentikkan bahwa ikan duyung adalah ikan yang kecil, lincah dan tinggal di kedalaman lautan, di samping itu  saya tidak pernah melihat ikan duyung secara langsung. Ketika saya memiliki kesempatan untuk melihat ikan duyung di salah satu taman wisata air, saya kaget sekali. Ternyata ikan duyung tersebut sangat besar dan pergerakannya lambat. Tidak sekecil ataupun selincah yang dibayangkan.

Duyung atau dugong adalah mamalia laut  dari family Dugongidae dengan bahasa latin Dugong dugon. Dugong adalah hewan yang dilindungi dan keberadaannya termasuk langka. Selain itu dugong memiliki tingkat reproduksi dan keberhasilan hidup rendah, dapat hidup hingga umur 74 tahun. Dugong bisa bereproduksi di umur 13-15 tahun dan masa kehamilan dugong juga cukup lama yaitu  13-15 bulan dengan jumlah bayi per kehamilan hanya satu. 

Tentunya dengan keadaan tersebut, membuat jumlah dugong tidak banyak. Tingkat maximum kemungkinan adanya peningkatan populasi dugong (tanpa adanya gangguan dari aktivitas manusia) sebesar 5%. Itu udah maksimal loh, bagaimana  jika dugong diburu dan diganggu habitatnya? Tentu dugong dapat punah dalam hitungan beberapa tahun saja. Anak cucu kita bisa saja nantinya tidak mengenal dugong akibat kepunahannya.

lipi.go.id

Kelangkaan dugong selain disebabkan oleh tingkat reproduksinya yang rendah juga disebabkan oleh ulah manusia dan juga bencana alam. Jika penyebabnya karena alam, tentu hal tersebut tidak bisa ditolak namun ulah manusia seperti perburuan dugong, tingkat pencemaran yang tinggi, pelayaran, sedimentasi dan juga alih fungsi lahan yang menyebabkan ekosistem padang lamun (tempat tinggal dugong) rusak.

Dugong masih saja diburu untuk daging, tulang dan air matanya. Tentunya perburuan tersebut melanggar hukum. Berdasarkan Undang-Undang no.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya serta undang-undang no.31 tahun 2004 tentang perikanan, dugong adalah hewan yang dilindungi.

Kelangkaan atau kepunahan dugong bukanlah masalah yang sepele karena memberi dampak kepada kelestarian ekosistem laut. Berdasarkan data dari LIPI (2017), dugong merupakan spesies kunci dari konservasi padang lamun. Hewan vegetarian ini diperkirakan mengkonsumsi  20-30 kg lamun per hari.  Selain mengkonsumsi lamun, dugong juga membantu untuk kesuburan padang lamun. Antara dugong dan lamun terjadi hubungan simbiosis mutualisme. Dugong membutuhkan lamun sebagai makanan, demikian juga lamun membutuhkan dugong untuk pengontrol sebaran lamun.

Pada padang lamun juga hidup ikan-ikan lainnya. Jika dugong punah, tentu habitat padang lamun terganggu dan bisa juga punah dan kehidupan ikan-ikan di padang lamun pun akan punah juga. Begitu juga sebaliknya, jika padang lamun rusak maka sumber makanan bagi dugong dan ikan lainnya juga hilang. Dugong dan lamun saling membutuhkan.

Nama Lamun (seagrass), mungkin tidak setenar rumput laut ataupun terumbu karang yang sering didengungkan untuk dijaga kelestariannya. Namun demikian, fungsi lamun sangatlah penting bagi ekosistem.

Sebenarnya apa sih lamun itu? Masih banyak masyarakat yang tidak tahu apa itu lamun dan fungsinya. Lamun adalah tumbuhan sejati yang seluruh proses kehidupannya berada di lingkungan perairan laut dangkal. 

Lamun berfungsi sebagai penyaring limbah sekaligus menjaga kualitas air laut, habitat untuk mencari makan bagi ribuan biota laut, sebagai stabilisator sedimen dan garis pantai, menangkap dan mendaur ulang nitrogen juga berkontribusi terhadap penyerapan karbon. Hampir 50 % dari total penyerapan karbon di dunia diserap oleh lamun.

Screenshot DSCP INdonesia

Indonesia sendiri memilki padang lamun terluas ke-2 di dunia. Namun, luas padang lamun di Indonesia yang sehat hanya 5% dari 1507km2 (LIPI,2017). Diperkirakan 80% padang lamun rusak karena reklamasi  dan alih fungsi habitat. Tentunya sangat disayangkan jika padang lamun kita tidak dalam kondisi baik, akan mengganggu ekosistem.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline