Lihat ke Halaman Asli

PERJALANAN DEMOKRASI PEMILU DI INDONESIA DARI MASA KE MASA

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mempelajari sejarah demokrasi pemilu di Indonesia dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita sekitar perguliran sistem demokrasi. Indonesia termasuk dari salah satu negara yang menganut demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Dengan sejarah beberapa negara besar yang berjaya dengan demokrasi, elit politik serta pendahulu bangsa yang menggagas sistem pemerintahan condong untuk menentukan bahwa demokrasi sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang toleran.

Namun dalam perjalanannya demokrasi pemilu di tanah air mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan dalam pelaksanaan pemilu memang hal yang wajar. Dengan berbagai perubahan sistem demokrasi pemilu di Indonesia, rakyat berharap bahwa dengan perubahan tersebut dapat ditemukan bentuk ideal dari sistem pemilu di tanah air. Aspirasi rakyat seakan tersapu angin ketika sampai pada tataran elit penguasa. Banyak kebijakan yang mengatasnamakan rakyat namun sejatinya memihak pada kepentingan individu dan golongan. Kita mengetahui bagaimana nasib rakyat kecil di era yang semakin ganas ini. Penguasa tidak melirik kepentingan rakyat lagi, adapun hanya sebagian dari penguasa atau pihak pemerintah yang masih jujur dan bernurani bersih.

Asalkan bentuk demokrasi pemilu yang dapat berjalan tanpa manipulasi dan hal-hal lain yang curang maka dapat dikatakan kita semakin dengan pilihan rakyat. Tapi yang perlu diingat oleh kita bahwa biaya pemilu untuk berbagai pemilu langsung setiap daerah menghabiskan anggaran pemerintah.

Dari Pemilu 1999, ke Pemilu 2004 lalu Pemilu 2009, tampak kualitas proses maupun hasilnya menurun. Pilkada 2005-2008 malah menempatkan pemilih sebagai obyek politik uang. Namun jalan demokrasi sudah dipilih, sehingga lebih realistis untuk terus memperbaiki proses penyelenggaraan pemilu daripada menggantikankan pemilu dengan mekanisme lain. Berikut ini paparan mengenai pemilu di Indonesia.

Pemilu 1955: Pengalaman Pertama Paling Berharga

Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak mencantumkan kata “pemilu” dalam naskah asli UUD 1945. Namun itu bukan berarti mereka tidak menghendaki pemilu dalam proses penyelenggaraan negara. BPKNIP yang difungsikan sebagai parlemen pun menetapkan undang-undang pemilu sebagai agenda utama. Tetapi suasana revoluasi dan gonta-ganti kabinet membuat pemilu baru terlaksana 10 tahun setelah kemerdekaan. Inilah pemilu pertama yang syarat nilai: keragaman, kejujuran, kesederhanaan, dan kedamaian. Pemilu 1955 adalah pemilu pertama sekaligus terbaik, yang terus menjadi contoh penyelenggaraan pemilu-pemilu berikutnya.

Pemilu Orde Baru: Represi dan Manipulasi Demi Golkar

Sebagai antitesis Orde Lama, pada awalnya rezim Orde Baru menawarkan ruang demokrasi. Menjelang Pemilu 1971, mereka mau menukar sistem pemilu mayoritarian yang diinginkannya dan mempertahankan sistem pemilu proporsional yang dituntut partai politik, dengan imbalan kursi gratis militer di parlemen. Sejurus kemudian kehidupan politik diredam. Orde Baru mereduksi partai politik hanya jadi dua, yaitu PPP dan PDI, plus Golkar, lalu melarang partai beroperasi sampai desa, dan memaksa PNS memilih Golkar. Pemilu berikutnya hanya bertujuan memenangkan Golkar, karena pada golongan kuning inilah legitimasi semu rezim Orde Baru disandarkan.

Pemilu 1999: Antusiasme Menyambut Demokrasi

Tumbangnya Orde Baru membuat rakyat antusias memasuki alam demokrasi. Pemilu 1999 yang dipersiapkan tidak lebih dari satu tahun berjalan aman dan tertib. Kekhawatiran akan terjadinya konflik besar, tidak terbukti. Rakyat sudah memahami apa yang harus dilakukan dalam berdemokrasi. Mereka menghukum penguasa yang dinilai buruk, sekaligus memilih mereka yang dianggap baik dan memberi harapan. Golkar pun terpuruk dan PDIP menang. Tindakan Presiden Habibie yang mengambil alih urusan pemilu – setelah KPU tidak bersedia mengesahkan hasil pemilu – mendapat sokongan rakyat sehingga hasil Pemilu 1999 tetap memiliki legitimasi tinggi.

Pemilu 2004: Terbesar dan Terkompleks di Dunia

Perubahan Ketiga UUD 1945 oleh SU-MPR 2002 mengharuskan adanya pemilihan langsung presiden dan wakil presiden, serta pemilihan anggota DPR dari setiap provinsi. Pemilu presiden membuat penyelenggaraan pemilu Indonesia semakin besar volumenya; sementara pemilihan anggota DPD di setiap provinsi bersamaan dengan pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, membuat pemilu Pemilu 2004 menjadi sangat kompleks. Pemilu 2004 berjalan sukses, namun berakhir tragis: beberapa anggota KPU harus masuk penjara karena terlibat korupsi.

Pilkada 2005-2008: Politik Uang Meluas

Dasar penyelenggaraan pilkada adalah UU No. 32/2004 dan UU No. 12/2008. Kontribusi putusan MK dalam menata pilkada sangat signifikan karena dua undang-undang itu sering digugat ke MK. Namun sampai sejauh itu, peraturan perundang-undangan pilkada gagal menyentuh praktek politik uang yang marak setiap kali pilkada digelar. Siapa pelakunya? Banyak: pengurus partai politik melakukan jual beli surat dukungan pencalonan, pasangan calon membeli suara pemilih dan membeli petugas untuk mengubah hasil penghitungan suara, pemilih sendiri merasa tidak bersalah menerima uang dan barang yang disalurkan oleh tim sukses pasangan calon.

Pemilu 2009: Buah Rendahnya Profesionalitas

Penyelenggaraan Pemilu 2009 diwarnai kontroversi atas hilangnya hak pilih jutaan warga negara. Jelas ini tanggungjawab KPU selaku penyelenggara pemilu. Namun mereka berkilah dan balik menuding pemerintah dan pemerintah daerah sebagai sumber kesalahan. UU No. 10/2008 yang buruk juga menjadi sumber lain keribetan pemilu, sedang keputusan MK di tengah proses pemilu menjadikan hasil pemilu tidak bisa diprediksi akibat perubahan peraturan permainan di tengah pertandingan. Rendahnya profesionalitas penyelenggara di satu pihak, dan buruknya undang-undang pemilu di pihak lain, menjadi sebab banyaknya kekacauan Pemilu 2009.

Era demokrasi pemilu yang baru bagi rakyat Indonesia. Berbagai jenis kampanye akan mengisi setiap sudut pandangan dan pendengaran rakyat saat masa kampanye tiba. Berbagai janji muluk disodorkan ke masyarakat, namun janji hanyalah sekedar janji tanpa praktek. Kita memerlukan sistem demokrasi pemilu yang dapat memberikan peran rakyat sebagai pemegang kekuasaan bukan elit politik. Artinya rakyat diberi kedaulatan untuk memecat pemimpinnya jika mereka menyeleweng dari tugas yang diembannya. Tentu saja kita tidak menginginkan pelengseran pemimpin yang terjadi pada masa peralihan orde baru ke orde reformasi. Dimana penurunan pemimpin negara saat itu dibayar mahal dengan meninggalnya beberapa mahasiswa yang turun berdemo. Mereka berorasi menuntut pergantian penguasa di gedung MPR dan lokasi lainnya.

Tulisan mengenai demokrasi pemilu diatas dapat dijadikan pelajaran yang penting bagi kita semua. Kita dapat membuat sebuah kontribusi dalam membangun bangsa, yakni dengan ikut berperan mengkritisi kesalahan dalam pelaksanaan demokrasi pemilu di tanah air tercinta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline