Penulis Andri Oktovianus Pellondou
Seorang mahasiswa pernah bertanya kepada saya, "Bagaimana caranya menjadi diri sendiri tanpa melukai orang lain?". Setelah saya menelusuri maksud pertanyaannya, ternyata persoalanya adalah masalah perubahan diri. Keinginan untuk menjadi diri sendiri berbentur dengan keinginan kelompok & individu-individu lain. Saya kemudian mengajaknya belajar dari Bunglon.
Kalau kita mengamati Bunglon, dia tidak pernah berhenti menjadi Bunglon sekali pun berubah warna menyesuaikan diri dengan tempat di mana dia berada. Bunglon berubah tetapi dia tetap menjadi dirinya sendiri. Atau dengan kata lain, berubah warna merupakan jati diri Bunglon. Maka akan terasa aneh, ketika anda bertanya kepada Bunglon, "Mengapa anda berubah?" Anda mungkin risih dengan perubahannya tapi itulah keunikan Bunglon sebagai binatang yang selalu berubah warna tapi tak pernah berhenti menjadi dirinya sendiri. Anda merasa risih dengan perubahan Bunglon, tapi anda lupa bahwa pertanyaan anda pun bisa membuat Bunglon menjadi risih dan terintimidasi jikalau Bunglon bisa dapat memahami pertanyaan anda.
Kucing, ayam, anjing, tikus, dan binatang lain yang berbeda dengan Bunglon mungkin akan merasa Bunglon sebagai ancaman ketika Bunglon memasuki wilayah mereka. Bunglon berbeda dengan mereka. Kalau dia berubah menjadi seperti mereka maka dia akan terlihat aneh dan tak bisa menikmati hidup dalam habitat dan cara dia berada.
Seandainya seekor Bunglon memiliki kemampuan akting dan menyamar maka dia akan berakting dan menyamar beberapa saat seperti kucing. Dia akan berhenti berubah warna dan berakting seperti kucing agar bisa diterima dalam kelompok kucing. Tapi sampai kapan Bunglon itu bertahan dalam sandiwara dan penyamaran itu? Saat Bunglon itu ingin kembali ke jati dirinya, maka pasti para kucing akan melihat itu sebagai perubahan. Mereka akan melihat Bunglon itu sebagai seekor kucing yang berubah menjadi Bunglon atau seekor kucing yang mengkhianati natur dan habitatnya. Padahal sebenarnya kucing hanyalah peran yang dimainkan Bunglon itu, sedangkan jati diri Bunglon itu sebenarnya adalah dirinya yang selalu bisa berubah warna.
Proses untuk kembali ke jati diri bukanlah sebuah proses yang mudah, setelah begitu lama Bunglon itu mengambil peran sebagai kucing. Terkadang Bunglon itu menganggap dirinya kucing tetapi dia sudah terlanjur tidak dianggap oleh kelompok kucing. Lalu di saat dia ingin kembali menjadi Bunglon sejati, perilakunya didapati mirip kucing sehingga membuat kelompok Bunglon tak nyaman. Ternyata proses menjadi diri sendiri harus melewati beberapa perubahan yang sulit dan sementara Bunglon itu berubah, dia terus diamati oleh semua mata. Tapi mata-mata itu tak menyadari bahwa mereka pun sedang berubah di pijakan mereka.
Individu individu manusia pun sebenarnya tak berbeda jauh dari Bunglon dalam hal berubah. Setiap waktu kita selalu mengalami perubahan. Bukan hanya Bunglon dan manusia saja yang berubah tetapi segala sesuatu selalu berubah. Makanya Herakleitos menyatakan bahwa , "Segala sesuatu mengalami perubahan dan hanya perubahan itu sendiri yang tidak mengalami perubahan (Berthens, 1998)." Herakleitos benar jikalau dia mengecualikan perubahan itu dari hakikat atau esensi dari sesuatu.
Sesuatu itu berubah berarti ada yang tidak berubah dari sesuatu itu dalam waktu tertentu agar kita bisa mengatakan "sesuatu". Apa yang tidak boleh berubah dalam waktu tertentu agar kita bisa mengatakan tentang "sesuatu"? Yang tak boleh berubah dalam waktu tertentu yaitu esensi/hakikat dari sesuatu. Misalkan sungai berubah berarti dalam waktu tertentu hakikat sungai tidak berubah sehingga kita bisa mengatakan "sungai" berubah. Sama halnya dengan Bunglon berubah bukan berarti bunglon sudah bukan bunglon lagi tapi bagian bagian dari bunglon yang bukan esensinya itulah yang berubah. Seseorang berubah tapi dia masih tetap manusia.
Setiap manusia selalu mengalami perubahan setiap hari baik itu fisik mau psikis, namun kadar perubahan pada setiap orang mungkin berbeda. Contohnya dalam hal perubahan ekspresi diri. Seseorang yang kalam dan ramah tiba tiba wajah berubah menjadi pitam dan suara menggelegar saat marah. Tapi orang lain mungkin masih bisa tetap tersenyum paksa disaat hatinya lagi marah. Seseorang mungkin bisa tertawa dalam kesedihan tetapi yang lain tak dapat menahan kesedihannya.
Kalau menggunakan jendela johari, ada hal pada diri kita yang bisa diketahui oleh kita tapi tak bisa diketahui oleh orang lain, lalu ada hal pada kita yang bisa diketahui orang lain tapi tidak diketahui oleh kita. Lalu ada hal pada kita yang bisa diketahui oleh kita mau pun orang lain. Terakhir, ada hal pada kita yang tidak bisa diketahui oleh kita mau pun orang lain (Darmawan, 2022). Kalau diterapkan pada perubahan pada diri kita maka ada perubahan pada diri kita yang cuma diketahui oleh kita tapi tidak diketahui oleh orang lain, misalkan perubahan suasana hati. Lalu ada perubahan yang diketahui orang lain tapi tak disadari oleh kita, misalkan perubahan ekspresi dan interaksi sosial. Kita tak menyadarinya sampai orang lain bertanya, "Mengapa akhir akhir ini anda berbeda?" Lalu ada perubahan dimana kita mengetahui itu dan orang lain juga. Lalu ada perubahan yang tidak diketahui oleh kita mau pun oleh orang lain tapi hanya diketahui oleh Tuhan Sang Pencipta, misalkan mengenai penderitaan dan persoalan yang datang ke dalam kehidupan kita dan membawa perubahan besar dalam kehidupan kita walau kita tak pernah memintanya.