Penulis: Andri O. Pellondou
Kalau kita membaca kitab Roma, maka jelas kitab Roma dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama yaitu Roma 1-3 menjelaskan mengenai bagaimana keadaan manusia dalam dosa dan berada di bawah penghukuman Allah.
Bagian ke dua, yaitu Roma 4-11 menjelaskan bagaimana manusia diselamatkan dan dibenarkan secara cuma cuma oleh kebenaran Kristus. Dan akhirnya di bagian tiga, yaitu Roma 12-16 barulah dijelaskan bagaimana manusia yang telah diselamatkan itu harus mengucap syukur atas anugrah keselamatan yang diterima cuma-cuma dari Tuhan dengan cara mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan berkenan kepada Allah.
Dalam katekismus Heidelberg, minggu pertama pertanyaan dan jawab ke dua menjelaskan tentang ketiga bagian itu yang harus diketahui orang percaya agar orang-orang percaya mati dan hidup dengan bahagia.
Ketiga bagian dari kitab Roma ini menjadi pelajaran penting bagi orang Kristen bahwa doktrin yang benar ditempatkan pada bagian pertama barulah kemudian perilaku yang benar. Bagian 1 dan 2 dari kitab Roma yaitu pasal 1-11 berbicara soal Doktrin kejatuhan manusia ke dalam dosa dan Doktrin Pembenaran oleh kebenaran Kristus yang diterima melalui instrumen Iman.
Sedangkan perbuatan baik atau perilaku yang benar dibicarakan pada bagian terakhir sebagai bentuk ucapan syukur. Ini menjadi pelajaran bahwa pengajaran Doktrin dalam gereja itu sangat penting. Ibadah gereja, sakramen, pelayanan, dan perilaku orang-orang Kristen harus berlandaskan Doktrin yang benar yaitu Doktrin yang sesuai ajaran Alkitab.
Menurut Gordon Haddon Clark, "tugas pertama orang Kristen untuk memahami teori yang benar atau doktrin yang benar sehingga dengan demikian menerapkan praktik yang benar. Urutannya yaitu, pertama teori, kemudian praktik logis dan alkitabiah. Hal ini ditunjukan dalam Surat Paulus kepada Roma, di mana ia menghabiskan sebelas bab pertama menguraikan teori dan lima terakhir membahas praktik. Guru-guru Kristen kontemporer tidak hanya membalikkan urutan Alkitab, mereka juga membalikkan penekanan Paulus.
Kegagalan guru dari gereja yang mengaku untuk mengajar orang percaya dalam doktrin yang benar adalah penyebab kesalahan perilaku dan impotensi spiritual dan budaya orang Kristen. Kurangnya kekuatan gereja adalah akibat dari kurangnya kebenaran. Injil adalah kekuatan Allah, bukan pengalaman keagamaan atau hubungan pribadi. Gereja tidak memiliki kekuatan karena telah meninggalkan Injil, kabar baik, untuk agama
pengalaman." (Dikutip dari God's Hammer : Biblle & Its Critics, karya Gordon H. Clark, hlm 181).
Jadi kesimpulannya, orang-orang Kristen yang menjadikan perilaku dan pengalaman sebagai hal utama dalam gereja sambil mengabaikan Doktrin Alkitab, itu sama saja dengan menegaskan Doktrin Non Alkitabia, sekali pun mungkin mereka menolak Doktrin tapi tanpa mereka sadari mereka sedang berada pada posisi doktrinal tertentu yaitu doktrin yang anti doktrin atau lebih tepatnya Doktrin Non Kristen atau Non Alkitabia yang dipengaruhi oleh pandangan dunia non Kristen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H