Lihat ke Halaman Asli

Andri Gunawan

Mahasiswa UNHAN

Analisa Kebijakan PLTS Atap Untuk Pertahanan

Diperbarui: 17 Agustus 2022   15:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Menghadapi perubahan situasi global yang tidak menentu saat ini, dimana kondisi perang Rusia dan Ukraina telah menyebabkan terjadinya krisis energi dan krisis pangan di seluruh dunia. Pembatasan gas dan minyak mentah Rusia ke negara-negara eropa dan sekutu Amerika  telah menyebabkan krisi energi dan krisis pangan pada sebagian besar negara-negara di di dunia. 

Indonesia adalah salah satu negara yang terkena dampak terjadinya krisis energi  dan krisis pangan global tersebut. Hal tersebut diakibatkan  Indonesia masih bergantung pada export Bahan Bakar Minyak (BBM) dari negara lain. Export yang dilakukan oleh pemerintah tersebut dikarenakan kapasitas kilang minyak yang dimiliki masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri.  Besarnya ketergantungan manusia terhadap BBM menyebabkan seluruh harga barang-barang komoditas, listrik, transportasi dan jasa semuanya mengalami kenaikan. Pemerintah telah berusaha untuk menjaga agar tidak terjadi kenaikan BBM dengan cara memberikan subsidi pada BBM. Beban subsidi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2022 diberikan pada BBM, LPG dan listrik yang mencapai Rp 502 T.

Salah satu strategi untuk mengurangi beban subsidi negara adalah dengan mencari energi alternatif yang terjangkau dan ramah lingkungan. PLTS adalah salah satu energi alternatif terbesar yang dimiliki oleh Indonesia, hal tersebut dikarenakan Indonesia adalah yang terletak di garis khatulistiwa. Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) menyebutkan bahwa potensi energi surya yang ada di Indonesia mencapai 207.898 MWp dengan per hari intensitas cahaya berkisar 112 GWp atau setara dengan 4,8 KWh/m2. Sehingga hal tersebut menempatkan PLTS sebagai pembangkit lisrik yang paling diprioritaskan dalam upaya tercapainya bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025. 

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mencanangkan program strategi nasional yaitu pembangunan PLTS terapung, PLTS  atap  sebesar 3,6 GW, PLTS skala besar dan pembiayaan yang berkelanjutan. Mengeluarkan  Kebijakan-kebijakan mengenai PLTS juga telah diterbitkan oleh Kementerian ESDM diantaranya Permen ESDM No 49 tahun 2018 tentang "Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)"  Permen ESDM No 13 dan No 16 Tahun 2019 tentang perubahan Permen ESDM No 49 Tahun 2018. Permen ESDM No 26  Tahun 2021 tentang " Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum".  

Aturan-aturan yang telah dibuat tersebut bertujuan untuk mengajak konsumen Perusahaan Listrik Negara (PLN) atau dalam hal ini seluruh masyarakat Indonesia untuk ikut berperan aktif dalam usaha melakukan pemasangan PLTS atap sehingga dapat mencapai bauran energi yang telah direncanakan pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebesar 23% pada tahun 2025, jadi masih dibutuhkan 14 GW pembangkit energi bersih. Apabila sesuai dengan RUPTL PLN maka Indonesia harus memenuhi kekurangan bauran energi sebesar 4 GW agar dapat tercapai bauran energi sebesar 23%.

Penerapan kebijakan yang telah dibuat oleh Kementerian ESDM tidak sesuai dengan penerapan pada kondisi sebenarnya. PT PLN telah melakukan pembatasan terhadap pemasangan PLTS atap yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh industri. Kebijakan pembatasan pemanfaatan PLTS atap sekitar 10 sampai 15 persen dari kapasitas yang terpasang.  Meskipun pada aturan yang telah dibuat Kementerian ESDM menetapkan kapasitas pemasangan PLTS sebesar 100%. Dengan adanya hal tersebut menyebabkan semakin melemahkan minat para konsumen PLN untuk berperan aktif dalam usaha pengembangan PLTS atap. Pemerintah harus segera memperbaiki ketidak selarasan antara kebijakan yang telah dibuat oleh Kementerian ESDM  dengan kebijakan yang dibuat oleh PT PLN.

Pemerintah harus segera mensinergikan Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN sehingga rencana untuk mencapai bauran energi nasional dapat tercapai. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang "Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara" undang-undang tersebut telah menjelaskan bahwa pemerintah harus dapat mensinergikan potensi yang dimiliki, baik sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Dengan mengajak seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk ikut aktif  melakukan pemasangan PLTS atap maka akan tercipta kemandirian energi  pada masyarakat, yang mana hal tersebut akan berdampak terhadap meningkatnya perekonomian masyarakat Indonesia. Dengan meningkatnya perekonomian negara maka pertahanan negara akan meningkat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline