Lihat ke Halaman Asli

Mimpi Dibawah Langit Jakarta

Diperbarui: 24 Juni 2024   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potret kehidupan anak pemulung di Jakarta (sumber: news.detik.com)

Pagi itu langit Jakarta belum sepenuhnya terang, tetapi gemerlap lampu jalan dan gedung-gedung pencakar langit sudah mulai memudar.

Di sudut pasar yang mulai ramai, tampak seorang anak laki-laki kecil yang dengan cekatan memilah-milah sampah. Namanya Budi, usianya baru 12 tahun, tetapi wajahnya yang penuh debu dan kotoran membuatnya terlihat lebih tua.

Budi tinggal bersama ibunya di sebuah gubuk kecil di pinggiran kota. Ibunya, Sri, adalah seorang janda yang bekerja serabutan demi mencukupi kebutuhan hidup mereka. Ayah Budi sudah lama meninggal akibat sakit keras yang tidak bisa mereka obati karena ketiadaan biaya.

Setiap hari, selepas subuh, Budi berkeliling kota dengan gerobak kecilnya. Dia mengais-ngais sampah di tempat-tempat strategis , seperti  pasar, pusat perbelanjaan, dan perumahan mewah. 

Tangan-tangannya yang mungil sudah terbiasa dengan pekerjaan kasar ini. Plastik, kardus, dan botol bekas menjadi barang berharga baginya. 

Semua dikumpulkannya dengan penuh semangat dan harapan, berharap bisa mendapatkan sedikit uang untuk membantu ibunya.

Di tengah perjalanan, Budi sering melihat anak-anak seusianya berangkat sekolah dengan seragam rapi dan senyum ceria. Kadang-kadang, hatinya terasa perih. Dia pun ingin merasakan bangku sekolah, belajar membaca dan menulis, serta bermain bersama teman-teman. Namun, kenyataan hidupnya tidak memungkinkan hal itu.

Suatu hari, ketika Budi sedang sibuk mengumpulkan barang-barang bekas di sebuah tempat pembuangan sampah, dia menemukan sebuah buku usang. 

Sampulnya sudah pudar dan beberapa halamannya robek, tetapi Budi tertarik. Dengan penuh rasa ingin tahu, dia membuka halaman pertama dan mulai membaca dengan susah payah. Meskipun hanya bisa membaca beberapa kata, dia merasa ada dunia baru yang terbuka di hadapannya.

Setiap malam, setelah kembali dari pekerjaannya, Budi menyempatkan diri untuk membaca buku itu di bawah penerangan lampu minyak. Ibu Budi, yang melihat semangat anaknya, berusaha membantu meskipun dirinya sendiri tidak terlalu pandai membaca. Mereka berdua duduk bersama, berusaha mengeja kata demi kata.

Semakin hari, semangat Budi untuk belajar semakin besar. Dia mulai bertanya pada orang-orang yang ditemuinya di jalan tentang kata-kata yang tidak dimengertinya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline