Di sebuah kota yang gemerlap dengan cahaya lampu dan kebisingan kehidupan malam, terdapat sebuah lorong sempit yang sering dihindari oleh orang-orang.
Lorong itu bukan hanya gelap dan lembab, tetapi juga menyimpan banyak kisah yang tersembunyi dari mata dunia. Di situlah Nisa, seorang pekerja seks komersial, menghabiskan sebagian besar malam-malamnya.
Nisa, dengan tubuh mungil dan wajah yang tampak lebih tua dari usianya yang sebenarnya, menjalani hidup yang keras.
Setiap malam, ia berdandan dengan riasan tebal dan pakaian mencolok, berusaha menarik perhatian pelanggan di antara bayang-bayang gelap lorong itu.
Baginya, hidup adalah tentang bertahan. Tidak ada mimpi, tidak ada harapan. Hanya ada hari ini dan bagaimana ia bisa bertahan sampai esok.
Suatu malam, hidup Nisa mulai berubah. Ketika ia sedang duduk di bangku reyot di ujung lorong, menunggu pelanggan berikutnya.
Tiba-tiba seorang wanita tua menghampirinya. Wanita itu memakai jilbab besar yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Dengan senyuman lembut, wanita itu menyapa Nisa dan duduk di sebelahnya.
"Assalamu'alaikum, Nak. Apa kabar?" sapa wanita itu dengan suara yang menenangkan.
Nisa terkejut. Jarang sekali ada orang yang menyapanya dengan ramah, apalagi di tempat seperti ini.
"Wa'alaikumussalam, Bu. Saya baik-baik saja," jawab Nisa sedikit gugup.
Wanita tua itu memperkenalkan dirinya sebagai Ibu Rahma, seorang sukarelawan dari masjid terdekat.