Lihat ke Halaman Asli

CCTV Periksa, Kasus Kerusuhan Kanjuruhan Malang Mulai Temui Titik Terang

Diperbarui: 16 Oktober 2022   17:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambaran saat kerusuhan terjadi di Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022 lalu (sumber: theconversation.com/Alison Hutton)

Penyidikan kasus kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang nampaknya sudah memasuki babak akhir. Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) baru saja merampungkan temuan-temuan terkait tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan Malang yang terjadi pada Sabtu, 1 Oktober 2022 yang lalu.

Dipimpin oleh Menko Polhukam, Mahfud MD, TGIPF dibentuk untuk menyelesaikan kasus kerusuhan Stadion Kanjuruhan Malang yang memakan ratusan korban dengan mengumpulkan bukti-bukti di TKP dan dari berbagai pihak yang bertanggungjawab dalam insiden tersebut.

Anggota dari TGIPF sendiri terdiri dari perwakilan kementerian terkait, organisasi sepak bola, akademisi, serta para awak media untuk mengupdate temuan terbaru pada masyarakat.

Sejauh ini tercatat sudah ada 137 korban meninggal akibat insiden Kanjuruhan Malang ini. Lebih lanjut Mahfud MD mengatakan bahwa timnya telah memeriksa sejumlah CCTV yang terpasang di Stadion Kanjuruhan, dimana cukup mengagetkan. Menko Polhukam mengaku merasa ngeri ketika melihat rekaman CCTV di Stadion Kanjuruhan yang merekam semua kejadian saat kerusuhan.

"Fakta yang kami temukan korban yang jatuh itu proses jatuhnya korban jauh lebih mengerikan dari yang beredar di televisi maupun di media sosial, karena kami merekonstruksi 32 CCTV yang dimiliki aparat," jelas Mahfud MD saat jumpa pers di Istana Negara, dikutip dari m.merdeka.com, Minggu (16/10/22).

Berdasarkan pengamatan CCTV yang dilakukan TGIPF, terlihat situasi semakin kacau dan tidak terkendali ketika gas air mata mulai disemprotkan. Para suporter berhamburan kesana kemari untuk menyelamatkan diri. Tidak sedikit dari mereka yang terinjak-injak dan berhimpitan di pintu keluar. Hal inilah yang menyebabkan jatuhnya banyak korban.

Poin-poin Kesalahan Panpel
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) mengatakan bahwa Panitia Penyelenggara Pertandingan tidak bisa memperhitungkan penggunaan pintu stadion yang lebih efesien untuk mengevakuasi bila mana menghadapi kondisi darurat, sebab di Stadion Kanjuruhan sendiri masih ada beberapa pintu keluar yang lebih besar dan tidak digunakan saat kejadian kerusuhan 1 Oktober lalu.

Panpel juga dinilai tidak memiliki Standar Operasional yang cukup jelas ketika pertandingan bergulir. Alhasil terjadi berbagai pelanggaran yang memicu kerusuhan terjadi, seperti lolosnya para suporter menuju lapangan ketika pertandingan Arema vs Persebaya baru saja usai.

Lebih lanjut, Panpel tidak dilengkapi dengan alat komunikasi yang memadai seperti HT, pengeras suara, dan megaphone dalam upaya mengontrol kondusifitas jalannya pertandingan dan suporter klub yang bertanding.

Belum lagi adanya pembeludakan penonton di Stadion Kanjuruhan yang mana melebihi batas kapasitas penonton, yang mana hanya muat 36.000 penonton, namun diisi 42.000 penonton, dimana berarti kelebihan kapasitas sekitar 6.000 penonton dalam pertandingan Arema vs Persebaya kemarin.

Tenaga medis ketika ada pertandingan pun diperhitungkan, yang mana dinilai terlalu sedikit untuk jumlah pemain antar kedua klub dan para suporter yang terdiri dari puluhan ribu orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline