Lihat ke Halaman Asli

Strategi Konseling untuk Menangani Stres dan Konflik pada Anggota Keluarga

Diperbarui: 22 Mei 2024   20:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

Oleh : Mohamad Awal Lakadjo, Izzatul Muslimin Husin, Sisilia Lusiani Mahmud , Nirmala Boki

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat di mana anggota keluarga saling berinteraksi dan membentuk hubungan yang kompleks. Keluarga merupakan tempat di mana individu belajar mengenai nilai-nilai, norma, dan pola perilaku yang akan membentuk dasar kepribadian dan identitas mereka. Stres dalam keluarga adalah respons emosional dan fisik terhadap tekanan atau tuntutan yang dirasakan melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Stres dalam keluarga dapat disebabkan oleh masalah keuangan, konflik antaranggota keluarga, perubahan dalam keluarga, masalah kesehatan, atau tuntutan pekerjaan. Konflik dalam keluarga adalah ketegangan atau pertentangan antara anggota keluarga yang dapat timbul akibat perbedaan pendapat, nilai, kebutuhan, atau harapan. Konflik dalam keluarga dapat disebabkan oleh perbedaan pendapat, ketidakcocokan nilai, persaingan, kurangnya komunikasi yang efektif, atau masalah kepercayaan. Stres dan konflik dalam keluarga sering terjadi bersamaan dan saling memengaruhi. Stres yang tidak diatasi dengan baik dapat memicu konflik dalam keluarga, sementara konflik yang tidak diselesaikan dengan baik dapat menyebabkan stres yang lebih besar.

Penting bagi anggota keluarga untuk mengenali tanda-tanda stres dan konflik, serta belajar cara mengelolanya dengan baik. Konseling keluarga dapat menjadi sarana efektif untuk membantu anggota keluarga dalam mengatasi stres dan konflik, memperkuat hubungan keluarga, dan menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dan mendukung. Berikut adalah beberapa gejala umum yang dapat menandakan adanya stres dan konflik dalam keluarga: A) Perubahan Mood dan Perilaku: Anggota keluarga mungkin menunjukkan perubahan mood yang drastis, seperti mudah marah, sedih, atau gelisah. Mereka juga mungkin menunjukkan perilaku yang tidak biasa, seperti menarik diri, sulit tidur, atau kehilangan nafsu makan. B) Komunikasi yang Buruk: Stres dan konflik dapat menyebabkan komunikasi yang buruk antara anggota keluarga. Mereka mungkin saling menghindari, tidak mau berbicara, atau berkomunikasi dengan nada yang tinggi dan emosional. C) Konflik yang Berulang: Jika anggota keluarga sering terlibat dalam konflik yang sama tanpa penyelesaian yang jelas, hal ini dapat menjadi tanda adanya masalah yang lebih dalam. D) Kesehatan Fisik yang Terpengaruh: Stres dapat berdampak pada kesehatan fisik anggota keluarga, seperti sakit kepala, gangguan tidur, atau peningkatan tekanan darah. E) Menarik Diri dari Aktivitas Keluarga: Jika anggota keluarga mulai menarik diri dari aktivitas keluarga yang biasa dilakukan bersama, hal ini dapat menjadi pertanda bahwa mereka merasa stres atau tidak nyaman. F) Ketegangan dan Ketidakharmonisan: Suasana di rumah menjadi tegang dan tidak harmonis, sering terjadi pertengkaran kecil yang dapat memicu konflik lebih besar. Penting untuk memperhatikan gejala-gejala ini dan berusaha untuk mengatasi stres dan konflik dalam keluarga dengan komunikasi yang baik, empati, dan penyelesaian masalah yang konstruktif.

Terdapat beberapa indikasi permasalahan yang sering terjadi dalam anggota keluarga; 1) Perubahan perilaku yaitu kemarahan yang mudah tersulut, menarik diri dari interaksi sosial, perubahan nafsu makan dan pola tidur, penurunan konsentrasi. 2) Konflik yang sering terjadi yaitu pertengkaran, perdebatan, dan perselisihan yang terus menerus terjadi antara anggota keluarga. 3) Ketidakmampuan berkomunikasi yaitu kesulitan dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran, kurangnya rasa saling pengertian dan empati. 4) Suasana keluarga yang tidak harmonis yakni rasa tegang, tidak nyaman, dan kurangnya kebahagiaan dalam keluarga. Berikut ini ada beberapa strategi konseling yang dapat membantu anggota keluarga mengatasi stres dan konflik

Membangun Hubungan dan Kolaborasi

Membangun hubungan dan kolaborasi dalam keluarga perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu: a) Menciptakan suasana yang aman dan suportif: Penting untuk membangun lingkungan di mana anggota keluarga merasa nyaman untuk mengkspresikan diri mereka dengan bebas dan terbuka tanpa rasa takut akan dihakimi. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun kepercayaan dan rapport dengan setiap anggota keluarga, mendengarkan dengan penuh perhatian dan tanpa menghakimi, serta memvalidasi perasaan dan pengalaman mereka. b) Membangun kepercayaan dan rapport: Membangun hubungan yang kuat dan kolaboratif dengan keluarga adalah kunci untuk konseling yang sukses. Konselor harus berusaha untuk membangun kepercayaan dan rapport dengan setiap anggota keluarga, yang dapat dicapai dengan menunjukkan empati, pengertian, dan rasa hormat. c) Mendengarkan dengan penuh perhatian dan tanpa menghakimi: Konselor harus mendengarkan dengan penuh perhatian dan tanpa menghakimi saat anggota keluarga berbagi pengalaman dan perasaan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa mereka dihargai dan dipahami, yang dapat membantu membangun kepercayaan dan rapport. d) Memvalidasi perasaan dan pengalaman anggota keluargan: Penting untuk mengakui dan memvalidasi perasaan dan pengalaman anggota keluarga yaitu, bahkan jika konselor tidak setuju dengan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa perasaan mereka valid dan penting, yang dapat membantu mereka merasa didengarkan dan didukung.

Mengidentifikasi Sumber Stres Dan Konflik

Mengidenfikasi sumber stres dan konflik dalam kelurga perlu diperhatikan beberapa hal yaitu: a) Memahami akar permasalahan dan pola komunikasi yang tidak sehat: Konselor harus membantu keluarga untuk memahami akar permasalahan yang mendasari stres dan konflik mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan mengeksplorasi pola interaksi keluarga, mengidentifikasi pemicu stres, dan memahami bagaimana anggota keluarga berkomunikasi satu sama lain. b) Memetakan pola interaksi dan dinamika keluarga: Memetakan pola interaksi dan dinamika keluarga dapat membantu mengidentifikasi peran yang dimainkan setiap anggota keluarga dalam konflik dan bagaimana mereka berkontribusi pada stres. c) Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal: Penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang berkontribusi pada stres dan konflik keluarga. Faktor internal mungkin termasuk masalah kesehatan mental, masalah keuangan, atau masalah komunikasi. Faktor eksternal mungkin termasuk stres kerja, masalah sekolah, atau peristiwa traumatis.

Mengembangkan Rencana Aksi

Mengembangkan rencana aksi dalam keluarga perlu diperhatikan beberapa hal yaitu: a) Bekerja sama dengan keluarga untuk menciptakan solusi: Konselor harus bekerja sama dengan keluarga untuk mengembangkan rencana aksi yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan brainstorming solusi, menetapkan tujuan yang jelas, dan mengembangkan langkah-langkah yang dapat ditindak lanjuti. b) Menetapkan tujuan yang jelas,terukur, dan dapat dicapai: Tujuan yang jelas, terukur, dan dapat dicapai (SMART) dapat membantu keluarga untuk tetap fokus dan termotivasi saat mereka bekerja untuk menyelesaikan stres dan konflik mereka. c) Membuat rencana langkah demi langkah: Rencana langkah demi langkah dapat membantu keluarga untuk memecah tugas besar menjadi langkah-langkah yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola. Hal ini dapat membuat prosesnya tampak kurang menakutkan dan lebih dapat dicapai. d) Melibatkan semua anggota keluarga: Penting untuk melibatkan semua anggota keluarga dalam proses pengembangan rencana aksi. Hal ini akan membantu mereka merasa diinvestasikan dalam solusi dan lebih mungkin untuk mematuhinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline