Lihat ke Halaman Asli

[Novel] Ismail the Forgotten Arab [Bagian 23]

Diperbarui: 19 September 2017   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: dok.pribadi

Bosan

Meski aku mengagendakan beberapa kegiatan namun tetap saja di tempat ini bosan Mungkin kebosanan lebih tertutupi oleh serangan musuh yang ada setiap saat penyerangan musuh, Semua orang mungkin takut meninggalkan dunia ini. Jujur saja kau takut dengan meriam tersebut dan dengan peluru. Kadang kalau mereka menerjang ke arahku membuatku takut sehingga aku berusaha untuk menembak mereka.

Ada yang dengan mengobrol mereka mengurangi kepenatan mereka. Yah, mereka senang mendengar cerita dari kakek Bulgaria. Akupun senang mendengar ceritanya dan ia mengetahui sejarah mengenai Utsmaniyyah. Aku mengetahui hingga aku mendengarkannua  dan bahkan aku mencatat di catatan buku yang lain.   Aku  akan menceritakan hal ini. Ada juga yang menggaji di pinggir parit dengan suara yang syahdu. Aku kira itu Syuaib. Suaranya indah sekali dan menghibur hatiku. Kalau di desaku ada Paman Bintang yang bisa menggaji dengan suara yang merdu sekali. Katanya ia mendapatkan pendidikan di Koda, Malaysia . Ia memang setara dengan qori International dan ia juga setara kalau -aku tidak berlebihan- dengan Imam Masjidil Haram. Konon katanya ia pernah ditawari bekerja di Masjidil Haram namun ia lebih menyukai tinggal di negerinya sendiri sambil memelihara sapi dan mengajarkan ilmu-ilmu agama pada para orang yang awam.

Kalau aku tentu saja menulsi buku ini . Hal ini selain berguna untuk menjadi pengingat jika ada yang lupa dan juga berguna bagi aku nanti harinya. Aku mau setiap orang Arab tahu bahwa inilah perjuang leluhur mereka di tanah Khilafah. Seperti Abu Ayyub yang mempunyai kuburan di Konstatinopel.

Aku sengaja mendekat Syuaib yang mempunyai nama panggilan Abu Musa karena anakn tertunay bernama musa. Aku menyimak dengan penuh penghatan. Ia merasa seperti disimak dan mungkin ia pikir aku hendak berbciara dengannya sehingga ia menghentikan bacaannya.

"Aku sedang mendengarkan. Mengapa engkau menghentikan bacaanmu?"

"Aku pikir tuan mempunyai suatu perintah untukku"

"Ini waktunya istirahat dan kua sedang beristirahat dan biarlah teman yang lain turut berjaga. Aku senang mendengar lantunan suaramu"

Tidak ada rasa jumawa di wajahnya. Mungkin ia beristighfar karena mendapat pujian dariku.

"Aku juga sudah selesai dan aku akan mendengarkan apapun perintahmu"

Sepertinya ia merasa tidak enakkarena komanndanya sendiri sudah datang . Padahal aku ingin terus mendengarkan namun ia tampaknya merasa tidak enanka

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline