Perpisahan dengan Ibrahim
Aku sudah bertekad akan ke Turki untuk menemui Paman Muchtar. Aku mendapatkan bantuan dari Paman Hakiya untuk mendaftarkan diri dalam relawan perang Khalifah Utsmaniyyah. Aku kira aku bisa sampai ke sana. Paman Hakiya tidak menyarankan aku bertempur dengan bangsa lain. Hal itu akan berbahaya namun aku juga harus membela bangsa Turki dari ancaman musuh.
Ibrahim tentu berat berpisah dengan diriku karena ia sendiri berjanji menjaga diriku dari marabahaya apapun. Ia sempat berdebat denganku kalau aku harus ikut namun aku memutuskan untuk tetap ke Turki. Aku akan mengirimkan surat untuk orang tuaku langsung. Mudah-mudahan beliau akan menerima aku bertugas untuk membantu Turki.
Membela Negeri Turki atau mau bertemu paman Muchtar, hal itu sepertinya diaduk dalam semen yang tidak kuketahui beberapa komposisinya. Yang penting aku ke Turki . Tentu saja hal ini membuat saya harus berpisah dengan saudaraku. Padahal kami berjanji akan pulang kampung namun aku sudah pesan pada Ibrahim agar orang tua kami tidak mengkhawatirkan karena aku sudah dewasa dan aku akan menikah. Bisa saja saya tidak akan pulang lagi sebab saya akan menetap di sini.
Kami ke Jeddah dan ada sebuah kapal yang besar yang akan berlayar ke wilayah Sumatra. Kapal tersebut berbendera merah, putih, dan biru yang menandakan kapal tersebut milik pemerintahan kolonial Belanda yang berpusat di Batavia. Aku memeluk erat saudaraku Ibrahim dan mata ini meneteskan air yang deras. Aku berpesan agar menjaga kedua orang tua kami. Aku juga memberi nasehat pada Zawiyyah agar ia selalu menuruti suaminya tersebut.
Walau dengan berat hari, Ibrahim melangkan kakinya ke dalam kapal. Masih teringat bagaimana kami bersama untuk mengawal sapi yang banyak ke daerah Minangkabau dan melewati tempat yang seram sekalipun. Ia menenangkan diriku ketika aku takut dengan suara Harimau di malam hari. Ia menyakinkan bahwa harimau tersebut tidak akan mampu menakuti mereka kecuali kita yang sengaja untuk menghadang mereka untuk menerang harimau tersebut.
Aku tahu Ibrahim sempat untuk melarangku untuk bertempur di sana namun aku sepertinya terpanggil ke sana bercampur juga saya ingin untuk menemui Paman Mukhtar. Aku berjanji akan mendapatkan kemenangan.
Sebenarnya Ibrahim meragukan kemampuan Turki untuk bertahan dari serangan Barat. Ia melihat bahwa pemberontakan terjadi di mana-mana. Bahkan di tempat ini (maksudnya di Hijaz) pemberontakan sudah dimulai dengan penolakan terrhadap keberadaan orang Turki.
Aku masih berkeyakinan bahwa tidak banyak orang Arab yang memberontak pada Khalifah. Banyak orang Arab setuju bahwa Turkilah pemimpin mereka hingga saat ini Turki sudah membantu banyak orang Arab untuk memperoleh pendidikan dan jaminan atas hak-hak mereka. Lain halnya dengan orang-orang yang sudah termakan dengan propaganda sesat orang Arab.
Australia Pertama
Mulazim Ilham berada di samping pleton kami yang ada dalam Brigade ke 26. Ia memang tegas terbukti ia mengeluarkan Jengis dari kesatuannya. Ia bukanlah orang yang suka merendahkan orang lain.