Lihat ke Halaman Asli

[Novel] Ismail, The Forgotten Arab Bagian Pertama

Diperbarui: 10 April 2017   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Galipolli Beach

Mencatat Suatu Peradaban Sangat diperlukan

Aku membuka buku catatan dan bersandar pada lubang parit pertahanan kami. Kali ini Australia tampaknya beristirahat dari serangan. Tidak ada tanda-tanda mereka mencoba untuk menembakkan peluru ke arah kami.

Ada yang berbincang dengan kawannya mengenai peperangan. Aku melihat tampaknya Kakek Sulayman sedang menceritakan suatu kisah pada kelima orang yang mendengarnya dengan seksama. Sepetinya Sulayman seperti magnet yang menarik minat para prajurit yang baru tersebut. Aku yakin ilmunya sangat dibutuhkan bagi kami.

Aku ada kerjaan. Aku harus mengawasi pasukan Australia yang kapan saja bisa menembakkan peluru ke arah kami. Tetapi aku juga harus mencatat ini. Selain untuk laporan namun untuk sejarah. Tengah keberanian orang-orang Arab yang melawan penjajah Kolonialisme dari Negeri-Negeri Barat. Mereka adalah orang-orang yang tidak terlupakan .

Rasanya perlu juga untuk menulis dalam buku harian sebagai perjalananku dari Negeri  Kampungku hingga Gallipoli seperti ini keburu belum saya bertugas dalam pertempuran ini banyak yang akan saya tuliskan di tempat ini buku yang bersangkut coklat ini terdiri dari 100 lembar. Buku ini akan menjadi saksi  bagi keturunan saya tentang perjuanganku  di negeri khalifah yang melawan kolonialisme Barat.

Dalam buku ini aku akan menuliskan beberapa catatan atau jurnal mengenai perjalanan yang saya rasa sangat mengharukan dari namanya karena saya berjalan dari negeri asal ayah saya, berasal Negeri Arabia.

Antara berjihad dan ketemu dengan Paman Muchtar, ini seolah dalam satu adonan. Aku tahu awalnya aku berniat bertemu paman Muchtar karena Aisyah ternyata tidak setuju jika aku melamar tanpa ada ayahnya walau paman dari Aisyah ataupun saudara dari Aisyah ada yang bersedia menjadi wali.

Aku yakin Aisah lah yang membawaku untuk berjihad di tanah yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya. Di ujung Eropa yang sangat asing dan tempatnya belum saya bayangkan sebelumnya. Aku ke tempat ini.

Tempat ini mengalami empat musim yang sangat dingin waktu musim saljunya dan panas pada musim keringnya. Ini adalah negeri yang menempa ummat Islam yang hebat. Mereka maju terus  merangsek ke jantung Eropa Wina, serta   mendekati ke Moskow. Meski Utsmaniyyah belum pernah memasuki Moscow namun Moscow dulunya negara Vassal (bawahan) kesultanan Islam Golden Horde.

Islam berjaya pada saat ini. Aku membayangkan jika seratus tahun lagi atau dua ratus tahun lagi perjalanan bangsa Turki. Akankah Turki seperti negeriku yang terjajah oleh Kolonial Belanda? Aku tidak tahu dengan hal itu. Namun aku sangat yakin, ini orang-orang hebat yang pernah melahirkan peradaban yang sangat hebat. Mereka juga mudah bersatu setelah bercerai yang tidak dimiliki oleh bangsa lain seperti kata Ahli Sosiolog Ibnu Khaldun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline