Lihat ke Halaman Asli

Ketika Bahasa Indonesia Bukan Lagi Jadi Primadona

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Coba anak muda zaman sekarang suruh mengucapkan kalimat ini dengan gaya mereka sendiri.

"Saya sudah tidak ingin lagi dengan kamu, sudah itu saja!"

Sepotong kalimat yang sekilas mudah diucapkan namun belum tentu mencerminkan budaya berbahasa yang baik. Sebagai contoh, pasti anak sekarang akan berbicara kurang lebih seperti seperti ini.

"Aku dah gak pengen lagi sama loe, dah itu aja"

Sah-sah saja mengucapkan bahasa seperti itu toh yang diajak berbicara juga paham. Akan tetapi cerminan berbahasa yang baikkah itu? Menjadi lelucon juga bagi orang barat yang tergila-gila dengan bahasa Indonesia, bahwa di negara ini ada tiga bahasa, yaitu Indonesia, daerah, dan gaul. Unik kan?

Hal itu merupakan masalah yang umum, karena nasi sudah menjadi bubur. Tampaknya pengajaran formal 'Lancar Berbahasa Indonesia' hanya sebagai ilmu saja tanpa penerapan. Permasalahan di atas merupakan kesalahan secara lisan. Jika diurut lebih dalam ada pula kesalahan secara tulisan, dan ini lebih kronis lagi.

Dalam penulisan di media cetak maupun elektronik kerap dijumpai kesalahan yang amat mendasar. Memang masyarakat mungkin paham tentang isi berita maupun cerita. Namun bukankah media juga sarana untuk mencerdaskan bangsa? Selain itu banyak pula kesalahan makna di tempat-tempat umum.

Sebagai contoh kata-kata berikut yang sering muncul di tempat-tempat umum.

"yang punya HP harap dimatikan"

"yang kencing harap disiram"

"yang punya motor harap dimatikan"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline