Lihat ke Halaman Asli

A Kurniawan

Pemerhati Seni dan Soal Sosial

Balap Terbang, Burung Dara

Diperbarui: 6 Februari 2020   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.cnnindonesia.com

Sudah hampir setengah jam, puluhan pasang mata memandang jauh ke angkasa. Beberapa lelaki memegang burung dara betina. Berjalan ke sini ke sana, di arena balap... burung dara. Dari raut wajahnya, mereka tampak begitu tegang. Menunggu burung-burung dara datang, yang entah darimana start terbangnya, tapi yang pasti, akan finish di tengah arena.

:::.

Sayup-sayup, terdengar bunyi 'sawangan' penanda. Sejauh mata melihat, ada sekumpulan titik gelap berarak, melayang tinggi, di atas kepala. Serta-merta, para pemilik burung, begitu antusias mengibas-kibaskan dara betina yang dipegangnya. Seketika, ada teriakan histeria memanggil-manggil burungnya, penuh gembira.

Sementara, burung-burung yang tampak terbang tinggi di udara, mulai menukik, meliuk-liuk gesit, seakan jatuh bebas dan mendarat mulus dengan sempurna.

Drama balapan berakhir, ketika semua burung dara telah sampai. Adu balap terbang pun, usai.

:::.

Dulu.., sesekali ada rasa kagum melihat adu balap burung dara. Kini.., rasa kagum itu berubah menjadi takjub. Takjub saat merenung, mengenangnya.

Kenapa?

Bukan cuma soal balapannya. Bukan pula soal apa dan berapa, hadiahnya. Atau hanya soal, siapa pemilik dan pemenangnya. Tapi.., ketakjuban ini, lebih kepada kedudukan burung-burung sebagai umat, makhluk.. yang istimewa!

:::.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline