Lihat ke Halaman Asli

Mengisi Kemerdekaan

Diperbarui: 14 Agustus 2016   19:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Judul ini sebetulnya muncul secara random, jadi mohon jangan berekspektasi terlalu jauh. Saya sesungguhnya hanya ingin sedikit membuat refleksi di momen HUT RI ke-71, khusunya di bidang pendidikan.

Di dalam lagu Indonesia Raya, kita sesungguhnya sudah sering mengucapkan ikrar yang luhur, namun luput dalam pengejawantahan. Syair yang saya maksud adalah "bangunlah jiwanya, bangunlah badannya". Artinya, kita harus memprioritaskan pembangunan pada sisi manusia Indonesia.

Saya pribadi, memimpikan terciptanya "generasi terpelajar masa kini". Yang seperti apakah impian ini?

Istilah kaum terpelajar dahulu pernah populer dan dihormati. Istilah ini, pada masa kemerdekaan, merujuk pada kelompok masyarakat yang lebih memilih non-violent approach dalam merebut kemerdekaan. Saya bukan penggemar kisah sejarah sih, jadi sejauh itu saja yang saya tahu. Lalu bagaimana popularitas kelompok ini di masa selanjutnya?

Menurut ingatan saya, di masa awal kemerdekaan, kelompok inilah yang banyak mengisi kursi pemerintahan, di samping mereka yang punya latar belakang militer.

Maka, di masa globalisasi ekonomi masa kini, di manakah peran kaum terpelajar ini? Siapakah yang bisa kita sebut sebagai kaum terpelajar di masa kini?

Di panggung politik, tentu kita pernah mendengar istilah kelompok politisi dan kelompok profesional. Bila dipikirkan, sulit untuk menunjuk manakah di antara keduanya yang merupakan kaum terpelajar masa kini. Lho? Masalahnya, jangan lupa bahwa saat ini orang-orang dengan kekayaan besar juga punya power tersendiri.

Dari sini, saya simpulkan bahwa tuntutan kualitas SDM masa kini benar-benar tinggi. Cerdas akademik saja belumlah cukup. Maka tuntutan pada pendidikan formal pun semakin tinggi pula.

Tentu akan terjadi konflik klasik, yakni pendidikan humanis versus pendidikan yang kekinian. Di mana pendidikan humanis lebih cenderung memberikan kebebasan siswa untuk berkembang sesuai dengan kesukaannya (ini kata saya lho), sedangkan ekonomi global menuntut manusia yang serba bisa dan serba efisien dalam bekerja.

Memang, keduanya tampak tidak bertentangan, namun sejujurnya juga tidak mudah menyelaraskan kedua pendekatan ini.

Dalam tulisan ini, bila saya memaksa diri untuk mengambil sebuah solusi, maka jawabannya adalah AQ. Sudah banyak bukti yang menggambarkan betapa rendahnya daya juang generasi masa kini. Dalam hal ini, tentu saya juga tidak bermaksud menafikan beberapa prestasi anak bangsa yang membanggakan semua komponen bangsa. Namun, coba saja lihat data deh. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline