Oleh: Andre Vincent Wenas
Politik Anggaran dan Korupsi selalu saja bikin keramaian, di medsos maupun media mainstream.
Kepala daerah maupun kementerian dan lembaga jadi aktor utamanya. Sebagai pelaku korupsi alias koruptor atau malah jadi pemberantas korupsi, walau yang terakhir ini sedikit jumlahnya.
Baru-baru ini Presiden Joko Widodo menyentil para aparatus dibawahnya soal penganggaran. Ya, mulai dari cara menganggarkannya (merencanakannya) saja sudah amburadul, bagaimana nanti pelaksanaan dan pertanggungjawabannya pasca-program.
Adagium manajemen bilang, "If you fail to plan then you plan to fail". Kalau kamu gagal merencanakannya, maka kamu memang merencanakan untuk gagal.
Gagal sejak dari pemikiran. Wah gawat. Repotnya hal ini sudah tradisi katanya.
Soal anggaran daerah, ya peruntukannya yang utama adalah untuk membangun daerahnya dong. Bukan untuk rapat-rapat doang, berseliweran di lobby hotel-hotel ber-AC.
Sample kasus (contoh soal) yang diambil Presiden Joko Widodo baru-baru ini mungkin sekali sudah mewakili populasinya. Memang begitulah keadaannya di lapangan.
Ini ngomong apa sih?
Kemarin Jokowi geram gegara melihat bagaimana para kepala daerah mengelola duit rakyat. Kebanyakan (sekitar 80%-nya) habis untuk keperluan rapat, perjalanan dinas, honor, program penguatan ini dan itu.
Pendeknya berbagai mata program yang absurd dan cuma berputar-putar di situ-situ saja.