Rantai Komando POLRI-TNI Ada Apa? Dan Politisi yang Berkhianat?
Oleh: Andre Vincent Wenas
Barusan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menaikan status jadi "siaga tempur' di Papua, gegara terjadinya kontak senjata dengan KKB (Kelompok Kriminal Kersenjata) yang menewaskan personil TNI dalam operasi penyelamatan pilot Susy Air.
Belum lama sebelumnya juga diberitakan tentang adanya keterlibatan politisi (Nasdem) yang diduga telah memasok dana untuk pembelian amunisi dan senjata bagi KKB. Persoalan jadi ruwet, ada pengkhianat di lingkaran politisi.
Dalam konteks ini TNI perannya berada di bawah komando POLRI untuk ikut aktif membereskan situasi kriminal (bersenjata) di wilayah Papua. Tapi karena ada anggota TNI yang tewas, rupanya Panglima TNI menganggap perlu bicara langsung ke publik, bahkan menaikkan status jadi siaga tempur.
Persoalan kriminalitas bersenjata di Papua ini banyak pertanyaan. Obrolan di kalangan pensiunan TNI pun berputar di kisaran topik ini. Bagaimana jalur komandonya? Sudah lama kok tidak tuntas? Bahkan ada yang nyeletuk kesannya seperti dipelihara, demi apa?
Tapi kali ini kita hanya mau sedikit menyinggung peristiwa tampilnya Panglima TNI terhadap peristiwa ini.
Memang ada prajurit TNI yang tewas, tapi apakah perlu sampai level Panglima TNI yang angkat bicara (ke publik)? Kenapa bukan Pangdamnya (level Mayjen)? atau mungkin Danremnya saja (level Brigjen)? Atau yang dibawahnya?
Atau bahkan POLRI yang semestinya bersuara. Bukankah TNI berada di bawah komando POLRI dalam hal ini? Ini khan operasi pemberantasan kelompok kriminal bersenjata. Memberantas kelompok kriminal (walapun bersenjata) itu tugasnya POLRI.