Lihat ke Halaman Asli

Andre Waluyo

Wiraswasta

Tradisi Ndog-Ndogan dan Refleksi Pancasila dalam Implementasi P5 di Banyuwangi

Diperbarui: 28 September 2024   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peringatan Maulid Nabi di SMKN Kalipuro Banyuwangi

Meriahnya Maulid Nabi di SMKN Kalipuro: Tradisi Ndog-Ndogan dan Refleksi Pancasila dalam Implementasi P5

Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW selalu menjadi momen penuh makna di seluruh penjuru Nusantara. Salah satu tradisi yang selalu ditunggu adalah Ndog-Ndogan, sebuah tradisi khas Banyuwangi yang menyimbolkan kesuburan dan berkah. Tradisi ini tidak hanya menjadi simbol penghormatan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, tetapi juga menjadi ajang memperkuat nilai kebersamaan dan toleransi antarwarga.

Tahun ini, SMKN 1 Kalipuro Banyuwangi turut memeriahkan Maulid Nabi dengan cara yang istimewa. Diadakan pada Kamis, 26 September 2024, acara ini menampilkan kolaborasi budaya dan spiritualitas yang memukau, mulai dari pawai jodang ndog-ndogan, hingga pementasan puisi yang menggugah jiwa. Tidak hanya itu, acara ini juga menjadi puncak implementasi Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), yang memberikan ruang bagi para siswa untuk mengekspresikan kreativitas mereka dalam bentuk jodang yang diarak diiringi oleh drum band, menciptakan suasana meriah penuh semangat kebersamaan.

Keindahan Jodang Ndog-Ndogan dan Filosofi Kehidupan

Dalam tradisi Ndog-Ndogan, telur yang dihias dan ditempatkan di atas jodang---tempat khusus yang dirangkai dengan bambu, dedaunan, dan makanan---menjadi pusat perhatian. Di SMKN Kalipuro, jodang yang dibuat oleh tiap kelas tidak hanya sekadar dekorasi, tetapi juga sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai filosofi dan karakter. Sulihah, M.Pd, Kepala SMKN 1 Kalipuro, melalui Wakasek Kehumasan Sri Susilowati, S.Pd, menuturkan bahwa kegiatan ini memberi ruang kepada siswa untuk berkreasi sesuai dengan filosofi kehidupan.

"Saya terharu melihat bagaimana para siswa bekerja sama, bahkan sampai lembur, untuk mewujudkan jodang dengan tema kapal phinisi dan ombak yang bergerak. Ini tidak hanya menjadi ungkapan syukur melalui tumpeng, tetapi juga mencerminkan kebersamaan dan gotong royong, terutama di kelas yang anggotanya berasal dari beragam latar belakang agama. Semangat Pancasila benar-benar tercapai di sini," ujar Bu Susilowati dengan bangga.

Para siswa menyusun jodang dengan bentuk kapal phinisi sebagai lambang kekuatan maritim Indonesia, dan ombak yang melambangkan perjalanan hidup yang terus bergerak. Filosofi ini menggambarkan harapan bahwa para siswa bisa menjadi pelaut tangguh di lautan kehidupan yang luas, selaras dengan cita-cita sekolah yang berbasis pada pendidikan maritim.

Pesan Moral dari Cicit Kyai Saleh Lateng

Puncak acara semakin bermakna dengan hadirnya pembicara, Ustadz Rachman Zainudin, S.H.I, cicit dari ulama besar Banyuwangi, Kyai Saleh Lateng. Dalam ceramahnya, Ustadz Rachman mengajak para siswa dan warga untuk meneladani akhlak Rasulullah dan memperkuat ibadah mereka. Ia juga menekankan betapa pentingnya menjaga hubungan baik dengan orang tua dan guru sebagai bagian dari etika yang harus dijunjung tinggi.

"Banyuwangi harus bangga sebagai tempat kelahiran Sholawat Badar dan tokoh-tokoh besar seperti KH. Ali Mansur yang pernah menjadi Kepala Kemenag Banyuwangi. Namun, jangan hanya bangga dengan sejarah, kita juga harus memperbaiki diri dari masalah sosial yang ada," ujarnya sambil mengingatkan akan tingginya angka perceraian di Banyuwangi, yang menjadi sorotan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline