Bagaimana Sikap Anda Terhadap Tunjangan Jumbo DPRD DKI Jakarta, Setuju atau Menolak?
Oleh: Andre Vincent Wenas
Soal sikap publik ataupun juga fraksi/partai di parlemen tentang usulan kenaikan tunjangan jumbo di DPRD DKI Jakarta sebetulnya sangat jelas (crystal clear), hanya ada dua: setuju atau menolak.
Pertimbangannya: masa pandemi, krisis atau resesi ekonomi, kondisi masyarakat yang lagi susah, dan lain sejenisnya.
Yang setuju, seperti disampaikan Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi,SH justru pada masa pandemi ini maka anggota DPRD DKI Jakarta perlu ditambah berlipat-lipat anggarannya lantaran -- kabarnya -- bakal ada lebih banyak program kegiatannya (yang sayangnya belum jelas apa itu).
Yang menolak, ya jelas juga alasannya, kenaikan anggaran tunjangan atau pendapatan atau honorarium (atau apa pun namanya) di tengah situasi masyarakat yang lagi kesusahan serta kondisi anggaran (APBD) Jakarta yang pendapatannya melorot drastis, maka tidak pantaslah kenaikan tunjangan jumbo itu.
Sebening kristal. Tinggal sikap moral kita condong kemana? Setuju atau menolak kenaikan jumbo itu.
Sampai titik ini, sikap final fraksi PSI (Partai Solidaritas Indonesia) jelas dan tegas: menolak.
Fraksi lain menerima, walau kabarnya ada juga beberapa fraksi lain mulai mengikuti arah PSI. Tapi fraksi besar tetap bersikukuh untuk mendukung kenaikan jumbo itu.
Lantaran hanya PSI yang menolak, maka sikap PSI ini pun menuai kontroversi. Banyak yang mendukung dan ada pula segelintir pihak yang mencibir.
Katanya fraksi kecil ini dicap sedang pencitraan, dituduh munafik dan dianggap tidak mengerti politik lantaran masih hijau. Bahkan akibat PSI membawa wacana ini ke ruang publik, malah dituduh melakukan pembohongan publik. Lho?