"Laudato Si' mi' Signore", terpujilah engkau Tuhanku! Madah (nyanyi) pujian Santo Fransiskus dari Asisi.
Orang suci ini dikenal dengan perilakunya yang sangat menyayangi alam, ia mungkin juga Santo Pelindungnya para Pecinta Alam.
Bahkan hikayat menceritakan bahwa saking besar cintanya pada alam ia kerap bicara, berbincang dengan alam hewan dan tumbuhan.
Mungkin maksudnya saking sayangnya beliau pada alam, maka ia sering mengajaknya bicara. Untuk apa? Untuk memuji, memuliakan Penciptanya.
"Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami, Ibu Pertiwi, yang memelihara dan mengasuh kami, dan menumbuhkan aneka ragam buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rumput-rumputan."
(Nyanyian Saudara Matahari, dalam Karya-karya Fransiskus dari Asisi, Yogyakarta: Sekafi, 2000. Dalam LAUDATO SI' - TERPUJILAH ENGKAU, Ensiklik Paus Fransiskus, 24 Mei 2015 diterbitkan Departemen Dokpen KWI Jakarta, Januari 2016)
Untuk sekian lamanya bumi telah memelihara dan mengasuh kita semua. Tapi apa yang telah kita perbuat terhadap bumi?
Kemajuan rasio-instrumental manusia dengan produksi revolusi industri (seri 1.0, 2.0, 3.0 sampai 4.0) yang sangat eksploitatif ternyata membawa kerusakan fatal di berbagai belahan dan lapisan bumi. Keseimbangan alam pun goyah.
Dimana-mana yang namanya ketidakseimbangan itu memang bikin pusing, mual, muak dan akhirnya bisa muntah.
Sepanjang perjalanan sejarah sejak roda gigi revolusi industri menggerus bumi habis-habisan, atas nama nilai tambah ekonomi. Produksi harus dipasarkan ke segala penjuru dunia. Melahirkan teknologi iklan dan public-relations yang menyihir persepsi manusia akan apa yang indah dan apa yang bergengsi.
Konsumerisme merasuk sanubari. Model-model artifisial jadi rujukan tentang apa yang seharusnya dituju dan ditiru. Realitas sosial dikonstruksi sesuai strategi pemasaran korporasi global.