*Politik adalah Moralitas dalam Praktek: Pusaran Aneh Korupsi Rp 37 trilyun TPPI-BPMigas*
Oleh: *Andre Vincent Wenas*
Membaca alur cerita kasus TPPI-BPMigas yang katanya korupsi sebesar Rp 37 trilyun terus terang rada susah dicerna akal. Buseettt... yang bener aja? Gede amat! Jadi agak aneh memang.
Kalau benar segitu besaran korupsinya, ini khan mega-korupsi terakbar sepanjang sejarah korporasi Indonesia! Astagafirullah, Tiga Puluh Tujuh Te!
Padahal kasus Century sekitar Rp 6 trilyun, E-KTP Rp 2,3 trilyun, Jiwasraya Rp 11 trilyun, Asabri sekitar Rp 10 trilyun. Memang sih kabarnya bukan cuma itu yang skalanya sampai ke Bilangan-Te. Masih ada lagi yang bakal terungkap. Siap-siap tahan napas aja.
Ada peningkatan, sayangnya bukan peningkatan kinerja atau prestasi yang membanggakan. Tapi peningkatan kegilaan dalam adu bancakan yang memilukan. Dan boleh dibilang semua kasus di Bilangan-Te, selalu campuran antara pebisnis dan politisi.
Kisahnya, tahun 2008 TPPI (PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia) mandeg beroperasi. Diselenggarakanlah rapat 'penyelamatan TPPI' di kantor Wapres JK. Dihadiri Menteri ESDM, Ka BPH Migas, Dirut Pertamina, Dirjen Anggaran dan Kekayaan Negara, Dirut PT TPPI.
Mandegnya operasi TPPI akibat pasokan bahan bakunya disetop Pertamina. Kenapa disetop? Lantaran tunggakan kewajiban TPPI kepada Pertamina belum dilunasi. Begitulah kira-kira, supaya tidak terlalu teknis pembahasannya.
Dari rapat di kantor Wapres itu, diputuskan agar pasokan ke TPPI dilanjutkan supaya bisa memproses BBM Premium untuk kebutuhan Jawa Timur. Singkat cerita, pasokan kondensat pun dilaksanakan Pertamina sejak awal 2009 sampai 2011 sebanyak 33 juta barrel. Nilainya USD 2.72 milyar (atau sekitar Rp. 37 Trilyun itu).
Kemudian katanya TPPI telah menyetorkan balik kepada negara sebesar USD 2,59 milyar. Masih kurang USD 128 juta dan dicatat sebagai utang TPPI kepada negara, atau piutang negara kepada TPPI. Bisnis jalan terus.
Lalu, entah bagaimana detailnya, gak begitu jelas, jadi ribut. Sampai TPPI didakwa tidak bayar utang dan merugikan negara Rp 37 trilyun. Juga tuduhan lain soal penunjukan langsung, dll.