Lihat ke Halaman Asli

Andre Vincent Wenas

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Serat Nagarakretagama, Surat Utang Negara dan Ibu Kota Negara Baru

Diperbarui: 21 Mei 2020   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Dulu, sewaktu menulis Serat (kakawin) Nagarakretagama, Mpu Prapanca mesti cerdas dan sangat hati-hati. Banyak pesan-pesannya yang disampaikan secara tersirat. Kenapa? Ya lantaran Mpu Prapanca adalah seorang pujangga istana, ia ada di 'inner-circle' kekuasaan.

Serat Nagarakretagama ditulis sebagai pujasastra (sastra pujian), juga sekaligus berfungsi sebagai lembaran negara yang mencatat kegiatan dan peristiwa seputar istana raja. Mpu Prapanca berada di epicentrum kekuasaan kemaharajaan Majapahit yang digdaya itu.

Apakah di dalam konstelasi negara (kerajaan) Majapahit saat itu tak ada intrik politik? Tentu saja buaaanyaaakkk... oleh karena itu mesti bijaksana juga eling lan waspada terhadap kaum hipokrit, kaum oportunis, dan kaum penikam punggung. Banyak kepentingan yang berkelindan di seputaran istana.

Dan sebagai 'orang-dalam' istana, Mpu Prapanca alias Dharmadyaksa Kasogatan Dang Acarya Nadendra, bolehlah dibilang berhasil menjalankan tugas keempuannya.

Sekarang.

Mpu keuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia juga harus sangat hati-hati saat menulis Surat Utang Negara.

Mesti penuh perhitungan rasional dan tidak boleh keluar dari pakem negara, yaitu Undang-Undang No. 17/2013 tentang Keuangan Negara yang membatasi rasio utang maksimal 60% dari PDB (kita sekarang belum sampai 30%nya). Mpu Sri Mulyani selama ini selalu rasional dan prudent saat menulis Surat Utang Negara.

Baca saja ulasan Yustinus Prastowo (staff khusus Menkeu) yang merespon kritik Fuad Bawazier soal utang. Atau simak deh video penjelasan dari Bossman Mardigu yang juga viral di medsos. Judulnya 'Menyoal Utang: Adu Ilmu sama Bossman Mardigu', sangat menarik dan gampang dicerna.

Intinya, utang yang produktiflah yang diurus, bukan yang konsumtif. Utang produktif itu sudah banyak terkonversi jadi infrastruktur dimana-mana (jalan, pelabuhan laut/udara, pendidikan, kesehatan, bendungan, pertahanan, perbatasan, dll). Intinya, proyek infrastruktur yang sudah lama direncanakan ya direalisasikan, yang mangkrak-mangkrak ya dibereskan. Sederhana kok.

Apakah sudah tuntas? Ya belum semua, namanya juga berproses. Tapi kemajuannya toh terasa sekali.

Mpu keuangan yang satu ini boleh juga. Sama seperti dulu di seputaran istana Majapahit, berkeliaran juga kaum hipokrit, kaum oportunis, dan kaum penikam punggung. Banyaklah kepentingan yang berkelindan di seputaran istana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline