Lihat ke Halaman Asli

Andre Vincent Wenas

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Benci tapi Rindu pada Ahok dan Sokrates

Diperbarui: 16 April 2020   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa kali saya baca status teman, "Gw kangen sama ucapan 'pemahaman nenek loe'-nya Ahok." Ya, tanpa basa-basi, straight to the point, tapi juga mengiris hati (bagi yang benci).

Dalam masa yang relatif singkat, kepemimpinan Ahok di DKI, suka tidak suka telah menorehkan suatu standar tertentu dimana setiap orang sekarang melakukan perbandingan. Semacam standar 'benchmarking' begitu. Atau alat ukur studi banding tentang kepemimpinan.

Ada pro dan kontra, itu biasa. Tergantung dari posisi mana memandangnya. Bagi yang benci Ahok, perbandingannya jadi, "Beda ya, dulu kasar tak tahu adat, sekarang santun."

Tapi bagi yang rindu Ahok bilang, "Beda ya, dulu terbuka dan terus terang, sekarang munafik." Dan berbagai kriteria lain yang bisa dikontraskan. Tergantung posisi, tingkat kecerdasan dan kepentingannya masing-masing.

Itu sama sekali bukan hal yang baru. Sekitar 2400-an tahun yang lampau juga terjadi di Yunani kuno. Ada figur kontroversial yang namanya Sokrates.

Bagi yang cinta Sokrates, ia dipandang sebagai pencerah budi, jenius, jujur, terus terang, berani dan sangat kritis. Tapi bagi yang benci padanya, ia cuma dipandang sebagai provokator, penyesat kaum muda Yunani dengan ajaran-ajarannya yang dianggap bikin malu kaum mapan.

Singkat cerita, Sokrates difitnah dan dibawa ke pengadilan. Tentu dengan tuduhan yang selaras dengan pandangan kaum pembencinya, yang kebanyakan kaum mapan itu. Alhasil Sokrates pun dianggap bersalah oleh pengadilannya kaum mapan dan dijatuhi hukuman mati. Ia minum racun dan memang mati.

Tapi ada Plato, muridnya yang super cerdas juga. Plato sangat mencintasi Sokrates, sehingga ia menuliskan kembali semua dialog Sokrates. Dan naskah-naskah dialog yang ditulis Plato itu membuat nama Sokrates jadi terus hidup, abadi. Sampai sekarang, lebih dari dua milenium kemudian.

Tentang Sokrates ini, ungkapan yang disampaikan Prof.Myles Burnyeat sangat menarik. Ia seorang mahaguru filsafat kuno di Cambridge University. Dalam percakapannya dengan Bryan Magee yang disiarkan oleh BBC London, dikatakannya begini,

"I think that Sokrates' death in 399 BC must have been a traumatic event for a lot of people. Socrates had been a spell-binding presence around Athens for many many years, much loved, much hated.

He had been even caricatured on the comic stage, at public festival, in front of whole populace of Athens. Then suddenly the familiar figure is not there anymore.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline