Lihat ke Halaman Asli

Bunga Bank Versus Riba Sebuah Pergulatan Pemikiran

Diperbarui: 2 Juli 2015   04:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Mochammad Andre Agustianto

Mahasiswa Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

 

Dalam dunia keilmuan, prinsip novelty atau kebaruan dalam menghasilkan kreasi berfikir merupakan sebuah hal yang penting, terutama yang erat kaitannya dengan penerapan hukum di masyarakat. Dengan penjelasan sederhana, semacam sebuah kewajiban bagi akademisi yang konsen di suatu bidang tertentu untuk mampu menghasilkan dan mewujudkan istinbat hukum baru yang bernuansa fleksibel dan relevan bagi kemaslahatn ummat, menyesuaikan dengan zaman dan tuntutan kebutuhan.

Dalam hal bunga bank dan riba misalnya. Perdebatan mengenai hal ini sudah banyak dibahas dalam literatur-literatur dengan berbagai bahasa. Setidaknya dari kesemuanya itu bisa dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar: Pertama: mereka yang secara konsisten menolak dan mengharamkan bunga bank dan mempersamakannya dengan riba dalam sedikit banyaknya. Kedua, mereka yang menolak adanya kesamaan antara bunga bank dan riba hingga membolehkan secara mutlak. Ketiga, digadang sebagai kelompok modernis yang toleran, terlebih dahulu membedakan jenis bunga yang eksploitatif dan tidak, antara interest dan usury. Sederhanya bagi mereka yang toleran ini menolak penghalalan bunga bank secara mutlak sebagaimana mereka juga menolak pengharaman secara mutlak.

Dalam pandangan kelompok modern, peranan pemerintah dalam meregulasi besaran bunga, sebagaimana yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dianggap sebagai langkah tepat dan sebuah keniscayaan yang tidak bisa dipisahkan dari peranan bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediary yang pastinya membutuhkan dana dan biaya dalam operasionalnya. Oleh karena itu, wajar bank mengambil keuntungan dari bunga. Walhasil, selama besaran bunga yang diambil oleh bank itu menurut pada BI rate (interest), maka itu sah dan legal, tapi jika diatasnya (usury), haram. Seperti itulah kira-kira konsep usury dan interst secara simpelnya.

Kembali kepada tuntutan menghasilkan pemikiran yang bernilai novelty. Pernah suatu ketika berhasrat untuk mengambil pendapat ulama-ulama kontemporer yang modern mengenai hukum bunga perbankan konvensional, dengan cara mencoba untuk mengklasifikasikan pola transaksi menjadi pinjaman produktif dan pinjaman konsumtif. Seperti pemikiran Rashid Ridha dalam tafsir al-Mannar misalnya, yang bahkan menyesalkan pola pikir orang sekarang yang menyamakan secara 100% antara bunga bank dan riba yang diharamkan.

Akibat dari itu, terbesit pula pikiran untuk menyingkirkan sejenak bentuk ratio-legis pengharaman riba nasiah sebagaimana yang terbukukan pada literatur fikih. Untuk akhirnya mengganti dengan dengan motif pengharaman praktik tersebut dengan adanya "tindak kezaliman/eksploitasi" pada pihak yang berhutang. Yaa.. biar dikata ikut corak pemikiran yang kekinian. Oke, sampai disini saya (mencoba) sepakat.

Penjelasan teknis sederhanya begini, jika terjadi transaksi pinjam meminjam di perbankan konvensional dengan jumlah sekian dan dengan tenggat waktu sekian, dengan pengembalian berlebih dari pokok pinjaman (bunga), tidak bisa serta merta divonis sebagai riba yang diharamkan. Kita lihat terlebih dulu, apakah terjadi tindak kedzaliman disana? Apakah telah terjadi eksploitasi dalam pemberlakuan bunga itu? jika memang terjadi maka itu merupakan bunga a.k.a riba yang dilarang oleh Allah. Tapi tidak terdapat unsur penzaliman apapun disana, maka itulah pengejawantahan dari prinsip saling rela ('an taradhin) pada sebuah transaksi. Dengan tambahan apologi, toh, gak mungkin kan bank berani memberikan pinjaman kepada orang yang tidak potensial dan dinilai tidak layak/mampu mengembalikan. Sering kali logika ini kemudian dikaitkan dengan motif pinjaman konsumtif dan produktif.

Bukan itu saja, kalimat sakti yang kerap digunakan sebagai argument untuk mematahkan ketiadaan tindak aniaya/kezaliman sebagai pembenar pada transaksi bunga seperti ini adalah,:

"Coba kamu perhatikan, apa iya, pengusaha kaya yang pinjam modal di bank bertujuan untuk mengembangkan usahanya, ketika dia sukses dia akan merasa terdzalimi dengan bunga yang ada? tentu tidak kan?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline