Di kala hujan, mengemudi bisa menjadi tantangan tersendiri. Pandangan terganggu, jalanan basah, genangan air hingga banjir.
Beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan sebuah video mengenai kecelakaan di jalan yang cukup viral di medsos.
Pada tayangan video amatir tersebut nampak sebuah SUV berkecepatan tinggi di jalur kanan dan kondisi permukaan jalan saat itu basah.
Kira-kira 300 meter setelah SUV tersebut melewati mobil yang membawa sang perekam video, SUV mengambil gerakan mendadak ke kiri.
Perubahan arah dalam kecepatan seperti itu, dengan faktor lebarnya jalur, dan skill driver yang mungkin minim, menyebabkan terjadinya tumbukan dengan pembatas jalan di sebelah kiri. Tumbukan cukup keras hingga SUV terbalik.
Beberapa orang mengatakan apa yang menyebabkan hal tragis di atas adalah Hydroplaning. Sebenarnya apa sih Hydroplaning itu?
Perlu diketahui bahwa Hydroplaning berpotensi dialami oleh mobil, motor atau bahkan pesawat terbang ketika mendarat, pada permukaan jalan yang basah.
Hydroplaning sering disebut juga dengan istilah Aquaplaning. Keduanya punya arti sama. Hydroplaning terjadi saat adanya lapisan air di antara permukaan jalan dan ban, pada kecepatan tertentu, hingga ban tidak punya grip maksimal dan kehilangan traksi. Ketika ini terjadi, sistem kemudi kehilangan kapabilitas mengarahkan laju kendaraan dan rem menjadi tidak efektif.
Pada ban kendaraan kita ada yang disebut dengan groove/channel atau saluran eveakuasi air. Fungsinya sudah jelas adalah mengevakuasi air pada saat ban melewati permukaan jalan berair. Namun ban memerlukan waktu untuk mengevakuasi air. Tergantung kondisi bannya.