Lihat ke Halaman Asli

Mahkamah Konstitusi dan Pengujian Undang-Undang di Ranah Hubungan Legislatif-Eksekutif

Diperbarui: 22 Maret 2022   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI RANAH HUBUNGAN LEGISLATIF - EKSEKUTIF

I. PENDAHULUAN

Makalah ini bertujuan hendak memberikan kritik terhadap artikel yang ditulis oleh Kuswanto dengan judul “Mahkamah Konstitusi dan Upaya Menegakkan Asas Presidensialisme di Indonesia.”[1] Poin dari kritik terhadap artikel tersebut adalah penilaian yang diberikan penulis atas peranan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menguji konstitusionalitas undang-undang terkait dengan isu hubungan legislatif-eksekutif (sistem pemerintahan) tersebut terlalu berlebihan (overrated). Penilaian berlebihan tersebut nampak dalam pernyataan berikut ini:

 

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa MK memiliki kecenderungan kuat untuk mempertahankan asas presidensialisme dalam melakukan pengujian konstitusionalitas undang-undang. Posisi MK tersebut mengandung aksentuasi supaya politik harus dilakukan sesuai konstitusi, dalam hal ini asas presidensialisme. Dalam menjalankan peranan tersebut adakalanya MK harus mempraktikkan aktivisme yudisial.[2]

 

Penulis berbeda pendapat dengan pernyataan di atas. Menurut hemat penulis, proses pengujian konstitusionalitas undang-undang tidak seyogianya aktif “mengadili” isu-isu politik seperti isu hubungan legislatif-eksekutif. Isu-isu politik seperti itu biarlah diselesaikan “secara politis” di tingkat pembentuk undang- undang sendiri, melalui perdebatan dan deliberasi di antara mereka satu sama lain tanpa perlu melibatkan partisipasi MK untuk memutuskan konstitusionalitasnya.

 

Dengan demikian pembahasan yang akan dilakukan oleh makalah ini adalah sebagai berikut. Pertama-tama akan dijelaskan tentang batasan untuk pengujian konstitusionalitas undang-undang oleh MK. Meskipun UUD 1945 tidak membatasi ranah pengujian konstitusionalitas undang-undang sehingga seolah-olah setiap undang-undang dapat diuji konstitusionalitasnya oleh MK, namun persepsi demikian tidak tepat. Pembatasan itu ada, meskipun tidak dinyatakan eksplisit oleh UUD 1945, dan penulis akan mengungkap pembatasan tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut maka bagian selanjutnya dari pembahasan akan langsung ditujukan untuk menyatakan ketidaksetujuan penulis (berikut argumentasinya) atas pendapat Kuswanto di atas yang menurut penulis overrated dalam menilai peranan MK menguji konstitusionalitas undang-undang di ranah hubungan legislatif – eksekutif sehingga bagian ini sejalan dengan tesis yang telah penulis kemukakan sebelumnya di atas.

 

II. PEMBAHASAN

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline