Lihat ke Halaman Asli

Apakah Obesitas Mengganggu Kesuburan Wanita?

Diperbarui: 4 April 2017   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

“ Pernahkah anda sebelumnya mendengar istilah penyakit Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) ? Lalu apa hubungannya penyakit SOPK ini dengan obesitas ? Dan apa pula hubungan obesitas dengan kesuburan wanita ? “ Mari kita lihat ulasan berikut.

            Tidak dapat kita pungkiri bahwa pada saat ini kita hidup di zaman yang serba  instan, yangmana banyak hal dapat kita lakukan tanpa membutuhkan banyak tenaga. Agaknya hal ini berimbas pada menurunnya aktivitas fisik kita dan diperparah dengan pola makanan yang tidak sehat sehingga mengakibatkan obesitas atau kegemukan. Disamping itu, sering pula kita mendengar akhir-akhir ini banyak pasangan yang sudah menikah tetapi belum juga dikaruniai keturunan. Hal ini bisa berlangsung 2 tahun atau bahkan ada juga yang lebih dari 10 tahun belum juga dikaruniai keturunan. Memang sesungguhnya keturunan itu adalah anugerah dari Tuhan, tetapi bila kita teliti lebih jauh ternyata antara obesitas dan kesuburan seorang wanita memiliki keterkaitan satu sama lain.

            Sindrom Ovarium Polikistik atau sering disingkat dengan SOPK merupakan suatu penyakit yang sering ditemukan pada 5-10% perempuan pada usia reproduktif. SOPK pertama kali dikenal ketika ditemukan adanya hubungan antara gangguan haid  dan obesitas dengan kista ovarium polikistik bilateral yang dikenal sebagai Stein_Leventhal Syndrome tahun 1935. Masalahnya sampai saat ini masih banyak perdebatan dalam tata cara mendiagnosis pasien dengan SOPK.

            Dari sekian banyak kriteria untuk mendiagnosis penyakit SOPK, kriteria Rotterdam (2003) adalah yang paling sering digunakan. Diperlukan dua dari tiga kondisi berikut ini untuk mendiagnosis SOPK yaitu (i) Gangguan haid dapat berupa siklus haid memanjang (oligomenore) atau tidak adanya haid (amenore), (ii) Tingginya kadar hormon androgen tubuh baik dari pemeriksaan darah maupun dari tampilan fisik, (iii) gambaran indung telur (ovarium) yang polikistik melalui pemeriksaan USG. Selain kriteria tersebut, penyebab lain dari gangguan haid dan tingginya kadar hormon androgen dalam tubuh harus disingkirkan seperti gangguan tiroid, pembesaran adrenal, dan sindrom cushing.

            Lalu bagaimanakah hubungan antara obesitas dengan penyakit ini ? Terdapat hubungan antara obesitas dengan peningkatan risiko penyakit SOPK melalui mekanisme resistensi dan hiperinsulinemia. Resistensi dan hiperinsulinemia adalah kondisi tingginya kadar insulin dalam tubuh tetapi fungsinya tidak normal. Artinya walaupun insulin ini banyak di dalam tubuh tetapi tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga justru memberika efek buruk bagi tubuh.

           Setidaknya terdapat tiga organ di tubuh seorang wanita yang terpengaruh akibat tingginya kadar insulin ini. Organ tersebut yaitu hati, kelenjar anak ginjal (adrenal), dan indung telur (ovarium). Naiknya  kadar insulin mengakibatkan ketiga organ tadi secara abnormal menghasilkan hormon androgen yang tinggi dalam tubuh. Tingginya kadar hormon androgen ini dalam tubuh dapat kita ketahui melalui pemeriksaan darah maupun tampilan fisik pasien.

            Setelah mengetahui hubungan obesitas dan penyakit SOPK, lalu bagaimana pula hal ini dihubungkan dengan kesuburan seorang wanita ? Kita tahu bahwa setelah seorang wanita mengalami pubertas, maka setiap bulannya dia akan mengalami siklus haid. Siklus haid pada wanita berbeda-beda, namun normalnya berkisar antara 25 – 32 hari. Adanya siklus haid ini juga menandakan bahwa wanita tersebut mengalami pematangan sel telur atau ovulasi yang biasanya jatuh pada hari ke 14 sebelum hari haid berikutnya. Secara sederhana dapat kita simpulkan apabila seorang wanita mengalami gangguan siklus haid maka begitu pula dengan proses pematangan sel telurnya setidaknya sedikit banyak mengalami gangguan atau gangguan ovulasi.

            Siklus haid seorang wanita dapat terjadi karena adanya regulasi yang harmonik dari organ-organ hormonal atau yang lebih kita kenal dengan sebutan regulasi poros hipotalamus-hipofisis-ovarium atau HPO axis. Organ-organ tersebut akan menghasilkan hormon-hormon dalam kadar tertentu setiap bulannya secara teratur sehingga terjadilah siklus haid yang normal. Secara singkat dapat dijelaskan, otak dalam hal ini hipotalamus akan mengeluarkan hormon GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) menuju bagian otak lainnya bernama  hipofisis. 

            Selanjutnya hipofisis akan mengeluarkan hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) menuju organ indung telur atau ovarium, dan akhirnya ovarium akan menghasilkan hormon estrogen dan progesterone. Untuk mengatur agar kadar hormon ini selalu seimbang, maka tubuh memiliki mekanisme yang disebut umpan balik atau feedbacksehingga terjadilah siklus haid yang teratur dan normal.

            Kembali kita meninjau penyakit SOPK. Ternyata pada penyakit ini terjadi ketidakseimbangan hormon-hormon yang berakibat terjadinya gangguan ovulasi atau gangguan pematangan sel telur. Telah disebutkan sebelumnya bahwa pada SOPK terjadi suatu kondisi tingginya kadar hormon androgen di tubuh. Hormon androgen yang tinggi ini akan diubah menjadi estrogen oleh tubuh di dalam sel granulosa ovarium sehingga terjadi pula penumpukan hormon estrogen. Tingginya kadar hormon estrogen ini mengakibatkan terjadinya mekanisme umpan balik atau feedback ke hipofisis, yaitu umpan balik positip  sehingga terjadi peningkatan hormon LH dan umpan balik negatip sehingga terjadi penurunan hormon FSH secara relatif.  

            FSH adalah hormon yang sangat diperlukan tubuh untuk pematangan sel telur. Sebelum menjadi sebuah sel telur yang matang, awalnya sel telur tersebut berbentuk folikel-folikel. Diantara folikel-folikel ini nantinya hanya ada satu folikel yang bertahan dan menjadi matang, dan folikel lainnya akan mati secara alamiah. Folikel yang memiliki ikatan antara FSH dan reseptornya yang paling banyaklah yang akan bertahan. Dengan kata lain bila ikatan FSH dan reseptornya tersebut sangat rendah maka folikel-folikel yang ada tidak akan pernah diberi kesempatan untuk mengalami pematangan menjadi sel telur. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline