Lihat ke Halaman Asli

Demokrat "Membunuh" Ruhut Sitompul Secara Sistematis?

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik mengikuti berita dari Ruhut "Poltak" Sitompul, si Raja Minyak dari Medan ini. Di acara Apa Kabar Pagi TvOne tadi pagi, saya menyimak apa yang diucapkan oleh Suding, Anggota DPR dari Partai Hanura Sulawesi Tengah dan salah seorang yang getol menolak Ruhut untuk jadi Ketua Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum. Hadir juga di acara tersebut Ahmad Yani dari PPP, Bambang Susatyo dari Golkar, Eva Sundari dari PDI-P, dan seorang lagi dari PD yang saya tidak ingat namanya.

Yang menarik dari ucapan Suding tersebut adalah adanya konspirasi dari internal Partai Demokrat untuk menghancurkan Ruhut Sitompul. Menurut Suding, hal itu terbukti dari beberapa rekannya anggota DPR dari Demokrat yang justru berterima kasih kepada dirinya karena telah menolak Ruhut dijadikan sebagai ketua Komisi, menggantikan Gede Pasek Suardika. Terkait pernyataan dari Suding tersebut, saya tidak lihat ada reaksi dari nara sumber yang dari Partai Demokrat, dan jika saya tidak salah menangkap ekspresinya, justru dia mengamini apa yang disampaikan oleh Suding, sekaligus juga dipertegas oleh Bambang Susatyo. Eva Sundari sendiri tidak terlihat dalam posisi setuju atau tidak setuju, tetapi mengatakan bahwa dirinya merasa terganggu dengan "keributan" di DPR yang menurutnya akan mengganggu kinerja komisi yang masih perlu membahas beberapa rancangan undang-undang lain dan juga rencana pergantian Kapolri. Namun secara umum, mereka setuju bahwa jatah ketua komisi adalah jatah Demokrat, tetapi mereka menginginkan supaya Demokrat mengajukan nama lain selain Ruhut. Hal ini dipertegas oleh Bambang Susatyo agar Demokrat tidak dipermalukan di Komisi III jika akhirnya harus dilakukan voting terkait apakah mereka menerima Ruhut sebagai ketua komisi atau tidak.

Entah karena alasan apa sehingga Partai Demokrat begitu ngotot mengajukan Ruhut Sitompul untuk memimpin komisi tersebut. Padahal, masyarakat tentu paham bahwa perilaku dan ucapan Ruhut jauh dari pantas untuk seorang politisi senior ditinjau dari segi umur yang kini sudah berusia 59 tahun. Penolakan sejumlah anggota Komisi III DPR terhadap Ruhut adalah terkait pribadinya yang jauh dari beretika, jauh dari santun. Tak kurang dari Gayus Lumbun pun disebut bangsat, sebagaimana berulangkali ditayangkan cuplikan videonya oleh berbagai stasiun televisi. Ruhut juga kerap kali menyerang lawan politiknya secara personal dan sama sekali jauh dari santun, sebagaimana didengung-dengungkan oleh Ruhut sendiri maupun oleh partainya. Dan yang paling bikin miris adalah, hubungannya dengan mantan istrinya Anna Rudhiantiana Legawati. Ruhut mengatakan bahwa hubungannya dengan wanita yang telah memberinya satu orang anak bernama Christian Sitompul tersebut tak lain dan tak bukan hanya hubungan kumpul kebo.

Duh, mirinya. Betapa sakitnya perasaan dari mantan istrinya dikatakan bahwa hubungan mereka tak lebih dan tak kurang hanya kumpul kebo, padahal hubungan mereka jelas, melakukan pernikahan di Australia, dilakukan adat perkawinan Batak yang sesuai di kampung halamannya, di Tarutung, Sumatera Utara, dan bahkan anak dari buah perkawinana mereka pun telah dijadikan sebagai nama panggilan orang tua Ruhut, yang tertulis di makam orang tua Ruhut, sebagaimana berulangkali dikatakan oleh Hotman Paris Hutapea. Tapi itulah Ruhut. Itulah Demokrat. Moral mereka sudah jelas kelihatan. Untuk konteks yang terakhir, saya berani mengatakan bahwa siapa pun yang mengingkari hubungan Ruhut dengan mantan istrinya dan setuju dengan Ruhut bahwa hubungan mereka hanya kumpul kebo, saya katakan bahwa mereka adalah manusia amoral.

Ruhut yang disebut anjing baik karena perilaku dan ucapan maupun karena tugasnya yang diberikan oleh Partai Demokrat sebagai anjing penggonggong alias dog fighter tidak merasa ada yang salah dengan dirinya. Dari perilaku Ruhut yang selalu "menjilat" kepada SBY secara berlebihan ini tentu memiliki sisi kepantasan dan etika. Ya SBY yang santunlah, ya SBY yang negarawanlah, ya macam-macamlah, walau semua itu jauh dari fakta yang ada. Jelas dari ucapan Ruhut tersebut bahwa dirinya memang ditugaskan sebagai anjing, anjing penggonggong. Atas tugasnya tersebut pula sepertinya yang membuat diri Ruhut jadi berperilaku seperti anjing, suka menjilat majikan yang memberinya makan. Ya, perilaku anjing memang.

Setelah berulangkali para petinggi Demokrat mengatakan bahwa Demokrat akan tetap mengajukan Ruhut untuk jadi ketua PD. Di antara petinggi tersebut adalah Ketua Harian PD, Syarief Hasan, dan Nurhayati Assegaf, Ketua Komisi Demokrat di DPR. Sebelumnya mereka ngotot tidak ada nama lain yang akan diajukan oleh Partai Demokrat. Tetapi, hari ini saya membaca berita di Kompas.com bahwa PD pasrah terkait nasib Ruhut. "Saya yakin semua akan ada hasil terbaik, saya enggak khawatir, yang penting saya melakukan yang terbaik," kata Nurhayati.

Ini menarik, dan juga selaras dengan apa yang saya tonton di TvOne tadi. Dari awalnya yang menggebu-gebu dan seolah tidak akan mundur sejengkal pun dari apa yang mereka sudah ajukan, koq sekarang tiba-tiba jadi pasrah? Di sinilah letaknya, bahwa memang Ruhut telah "dibunuh" karirnya secara sistematis. Ruhut dibuang secara halus, sehingga Demokrat terlihat bersih. Dipaksakan mengajukan Ruhut, maka Demokrat akan dicemooh. Oleh karena itu, maka mengganti Ruhut dengan calon yang lain adalah pilihan yang paling baik bagi Demokrat. Dengan mengajukan nama lain, maka Demokrat akan terlihat seolah mendengar aspirasi dari rakyat. Demokrat selamat tetapi Ruhut sekarat.

Melihat kembali ke belakang, sebenarnya usaha "pembunuhan" Ruhut ini sudah lama dilakukan. Dari ketika masih ribut-ribu soal Anas yang saat itu masih sebagai Ketum Demokrat, terlihat SBY tidak membela Ruhut ketika dirinya dicopot dari jajaran pengurus teras di Demokrat. Anas bagai tanpa beban dapat menendang Ruhut keluar dari kepengurusan. Padahal, berulangkali mulut anjing Ruhut mengatakan bahwa hanya SBY yang bisa mencopot dirinya. Nyatanya, SBY tidak bersuara apa pun terkait pendepakan Ruhut tersebut. Bahkan ketika SBY sudah jadi Ketum baru Demokrat dan membentuk kepengurusan baru, SBY tidak mengangkat Ruhut untuk menduduki jabatan apa pun di Partai Demokrat. Tetapi perilaku anjing Ruhut seolah telah membutakan dirinya. Oleh karena itu, langkah lain harus dilakukan untuk mendepaknya, bahkan untuk keluar dari PD.

Habis manis sepah dibuang. Itulah yang terjadi dengan Ruhut. Layaknya seekor anjing, memang sang majikanlah yang menentukan hendak di kemanakan itu anjing. Jika menurut sang majikan si anjing sudah tidak ada gunanya lagi, apalagi kalau sampai dianggap sudah mengganggu dan merepotkan, maka anjing tersebut dapat saja dijual, dibuang, dibunuh, atau apa saja yang diinginkan oleh majikan. Majikanlah yang menentukan, bukan hewan piaraan yang menentukan majikan. Memang secara etika tidaklah etis membuang begitu saja hewan piaraan yang telah berjasa kepada majikan. Tetapi, ini adalah politik. Ruhut benar-benar hanya dipandang tak lebih dan tak kurang hanya sebagai seekor anjing oleh SBY dan PD. Tugasnya sudah selesai, jasanya tidak dibutuhkan lagi, dan bahkan si anjing telah dianggap merusak nama baik sanga majikan. Oleh karena itu, dia harus dibuang, dan cara membuangnya adalah dengan mempermalukannya di gelanggang sehingga masyarakat memaklumi mengapa si anjing harus dibunuh, bahkan dengan cara yang sadis sekali pun, masyarakat diharapkan dapat maklum.

Menarik untuk kita perhatikan selanjutnya. Semestinya besok adalah penentuan di Komisi III DPR apakah akan menerima Ruhut untuk jadi ketua komisi atau tidak. Sayangnya, kita masih harus menunggu beberapa hari lagi karena Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, yang semestinya melantik Ruhut besok ternyata sedang dalam masa berkabung karena ayahandanya baru saja meninggal.

Oke Ruhut, selamat atas tugas dan peran Anda. Manusia mati menginggalkan nama, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belangnya. Tetapi tidak pernah dikatakan anjing mati meninggalkan gonggongan. Kau akan mati sia-sia, tanpa pernah dikenang orang karena perbuatan baikmu. Kau hanyalah akan diingat orang sebagai anjing.

Ah, dasar ajing!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline