Lihat ke Halaman Asli

Mendengar Suara Hati (Instinct). Apakah Instinct Pernah Salah?

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terkadang hidup ini penuh lika-liku kehidupan. Suatu hal yang terlihat baik, ternyata tidak, demikian juga sebaliknya. Kadang sesorang cepat menilai sesuatu itu buruk, tetapi ternyata justru itulah yang baik, atau sebaliknya. Dalam kondisi tertentu, seseorang dituntut untuk memahami atau bahkan mendengar apa kata hatinya.

Dalam kehidupan ini, ada kalanya kita harus menggunakan insting bila mana kita dihadapkan pada situasi yang rumit dan tidak bisa dia putuskan. Tanya ke sana dan kemari, sepertinya semua jawaban tidak ada yang bisa meyakinkan bahwa suatu tindakan yang akan kita ambil adalah baik/buruk. Makin banyak kita bertanya, malah membuat makin bingung sendiri, kita malah tidak bisa membuat kesimpulan, apakah akan menlajutkan atau malah akan berhenti.

Dalam beberapa kejadian, saya mengalami nasib yang tidak baik karena saya lebih mendengarkan pendapat orang lain dan tidak mendengar kata hati (instinct). Ada kalanya saya tidak bisa memutuskan karena kata hati saya bertentangan dengan sementara fakta, yaitu fakta atau bukti-bukti yang terlihat oleh mata kepala. Fakta yang terlihat mengatakan bahwa sesuatu yang saya sedang hadapi adalah baik, tetapi kata hati saya mengatakan demikian sebaliknya.

Sedikit bingung membedakan antara instinct, feeling, dan intuition (intuisi). Tiga kata dalam bahasa Inggris yang sepertinya saling berkaitan, atau paling tidak artinya tidak begitu jelas/mudah dibedakan. Memang, instinct dan intuition hampir sama artinya. Tetapi dengan feeling, sedikit berbeda, karena feeling lebih ke arah perasaan. Perasaan di sini adalah seperti iba, sedih, dan lain sebagainya. Sementara instinct lebih mengarah ke basic behavior, sleeps under its deepest heart. Demikian juga manusia, memiliki sifat-sifat tertentu dalam alam bawah sadarnya.

Insting satu orang sepertinya bisa berbeda dengan orang lain. Ada orang yang bisa menggunakan instingnya secara tepat dan ada pula yang sering salah. Insting itu sendiri sepertinya bisa diasah atau dilatih. Pernah dengar bahwa para agen-agen rahasia yang direkrut oleh badan intelijen semacam CIA atau Mossad, faktor insting Si Calon sangat dipertimbangkan, dan bahkan katanya sama pentingnya dengan faktor intelijensi alias kecerdasan. Katanya, dalam perekrutan agen Mossad, seorang calon agen dites apakah insting calon agen tersebut berjalan dengan baik atau tidak. Hal yang lajim dicari adalah bahwa seseorang itu harus mampu "mengetahui" sesuatu akan terjadi, seperti Si Calon agen sudah mengetahui bahwa sesorang akan menekan bell pintu, sepersekian detik tepat sebelum bell pintu ditekan atau sebelum bell akhirnya berbunyi. Kemampuan seperti ini yang sering menyelamatkan seorang agen ketika sedang menjalankan misi. Misalnya, instingnya telah bekerja dan mengatakan bahwa seseorang akan menembaknya atau bahkan akan ada bom yang akan meledak, hanya sekian milli detik sebelum tembakan meletus atau bom meledak.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak hal yang kita temui yang memerlukan insting. Saat kita mengenal orang baru, insting yang baik akan mengatakan bahwa orang tersebut adalah orang baik atau sebaliknya. Ketika seseorang menawarkan sesuatu, kadang insting diperlukan di sini. Ada kalanya kita tidak punya cukup waktu untuk mencari referensi, atau kita tidak tau mau bertanya ke mana. Dalam keadaan seperti ini, yang mana kita wajib membuat keputusan pilihan, insting akan sangat membantu, atau malah satu-satunya hal yang harus kita "dengar".

Lalu, bisakah insting salah?

Insting yang kita miliki bisa "berbicara" dengan bahasa yang tidak jelas/clear. Petunjuk yang diberikan tidaklah begitu bisa kita bedakan, alias tidak hitam putih alias abu-abu. Walaupun dikatakan insting adalah sifat dasar dari setiap individu yang sudah ada sejak lahir, namun insting pada dasarnya bisa diasah atau dilatih. Orang yang tidak pernah mengasah atau melatih instingnya kemungkinan akan salah dalm memahami instingnya. Kemampuan memahami apa "kata" instingnya inilah yang sering salah. Dengan membiasakan diri mendengar apa kata hati alias insting ini, kita bisa menjadi orang yang akan mudah memahaminya. Misalnya, seorang detektif yang sudah terbiasa mengasah instingnya akan dengan mudah memahami sesuatu. Insting detektifnya bekerja. Demikian juga seorang wartawan yang sudah terbiasa dalam meliput suatu kejadian perkara, insting wartawannya akan menuntunnya ke arah yang dibutuhkan, sekelipun tidak terlihat oleh mata fisik. Demikian juga dengan profesi lain, semisal businessman, insting bisnisnya akan menuntunnya untuk melihat peluang dalam bisnis yang dijalaninya, dan tentu saja dalam mengambil keputusan yang tepa supaya tidak menjerumuskannya.

Hal-hal yang mempengaruhi insting.

Seperti sudah dijelaskan, bahwa insting bisa diasah atau dilatih. Hal-hal yang membuat salah memahmi instingnya atau insting yang sepertinya tidak bekerja, misalnya keadaan pikiran. Keadaan pikiran yang kalut sering membuat seseorang tidak mampu mendengar kata hatinya, rasionya tidak mampu menalar apa yang muncul dari alam bawah sadarnya. Demikian juga orang yang ambisius, sering tidak bisa mendengar kata hatinya karena ambisinya telah membunuh hatinya yang paling dalam. Dalam keadaan seperti ini, feelingnya tidak sensitif untuk mendengar apa kata hatinya, apa yang instingnya katakan. Keadaan hati dan pikiran yang tenang akan membantu manusia memahami suara hatinya, dan sebaliknya.

Perlukan insting dilatih?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline