Lihat ke Halaman Asli

Diplomasi Baja dan Kapas ke AS

Diperbarui: 28 September 2018   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dok. Pribadi

Diplomasi yang menguntungkan bagi bangsa sendiri, adalah sebuah seni. Tidak semua orang bisa menguasai. Karena untuk meyakinkan negara sahabat, bukan perkara mudah. Oleh karena itu, wajar bisa kita memberi apresiasi pada tokoh yang bisa melakukan diplomasi semacam ini.

Baru-baru saja, terungkap bahwa Indonesia adalah pembeli terbesar pesawat terbang buatan Boeing Company asal Amerika Serikat. Mengutip data Kementerian Perdagangan, sepanjang 2017 ada transaksi senilai US$77 milyar antara Boeing dengan Maskapai Lion Air asal Indonesia.

Nilai yang setara Rp 80 trilyun itu akan bisa terus bertambah besar, karena pertumbuhan penumpang pesawat terbang di Indonesia sedang naik pesat. Selain itu, karakter Indonesia sebagai negara kepulauan menjadikan transportasi udara sebagai solusi perjalanan panjang dalam waktu cepat.

Tentunya kita tidak bisa berhenti sebagai konsumen saja. Di sinilah dibutuhkan keahlian diplomasi yang mumpuni. Jangan sampai Indonesia berhenti sebatas konsumen saja, atau uang hanya mengalir ke markas Boeing di Amerika Serikat sana.

Agar kita tidak sekadar membeli, kita mesti bertukar posisi. Jadikan juga Amerika sebagai pembeli produk kita. Dalam konteks ini, ada baja buatan Indonesia yang bisa kita jual ke sana.

Berkat lobi-lobi dan diplomasi dagang yang gencar dilakukan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, produk baja Indonesia pun bisa melenggang masuk ke negeri Paman Sam dengan mudah. Padahal saat ini, AS tergolong protektif terhadap produk baja tersebut. Banyak negara, seperti Cina dan Uni Eropa yang kesulitan memasok baja ke AS lantaran dikenakan bea masuk sebesar 10-25%.

Diplomasi ekonomi Indonesia ke Amerika Serikat (AS) membuahkan hasil menggembirakan. Pemerintah AS memberikan pengecualian terhadap 19 produk baja jenis carbon and alloy dan stainless steel (baja tahan karat) dari tarif impor baja sebesar 25 persen (US Global Tariff).

Keputusan ini dikeluarkan pada 2 Agustus 2018 setelah sebelumnya Indonesia juga memperoleh pengecualian untuk 142 permohonan produk baja Carbon and Alloy dengan total volume sebesar lebih dari 7.211 ton dan 1 permohonan Alumunium Sheet sebesar 1.680 ton.

Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag, Pradnyawati menyatakan, atas keberhasilan awal ini, pemerintah Indonesia akan terus melakukan komunikasi intensif dengan AS.

"Upaya pendekatan langsung kepada negara mitra dagang seperti AS ini sangat penting untuk dijaga momentumnya, terutama di tengah kondisi perang dagang seperti ini," kata Pradnya. Ia juga menambahkan, Kemendag terus mengimbau eksportir baja dan aluminium Indonesia agar mendorong mitra mereka di AS guna memanfaatkan momentum pascakunjungan kerja Mendag Enggar ke AS dengan mengajukan pengecualian pada produk mereka. ( liputan6.com )

Bukan Cuma baja. Diplomasi dagang Indonesai dengan AS juga masuk sampai urusan kapas. Menurut Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Indonesia adalah negara yang paling awal berkomitmen menyerap produk kapas AS. Terutama setelah kapas mereka dikenai tarif masuk oleh Cina.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline