Lihat ke Halaman Asli

Andreas Notonegoro

Master Economics Student at University of Huddersfield, England

Rapor Merah APBN 2019, Wajarkah?

Diperbarui: 9 Januari 2020   16:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

123rf.com

Sejak kemarin, beberapa media online di Indonesia memberitakan bahwa laporan kinerja APBN pada 2019 banyak "merah" (defisitnya). Menteri Keuangan Sri Mulyani kemarin, Rabu (8/1/2020) di Jakarta menyampaikan, defisit APBN 2019, yaitu Rp 353 triliun. Jumlah itu meleset dari target, karena sebelumnya, defisit APBN 2019 hanya ditargetkan Rp 296 triliun. Menurutnya, hal itu disebabkan oleh faktor eksternal perekonomian global yang semakin tidak pasti membuat Indonesia terdampak. Namun, apakah keadaan ini wajar bagi perekonomian Indonesia?

Pertama, ketidakpastian perekonomian global sejak dimulainya perang dagang Cina vs AS tidak bisa dipungkiri berpengaruh terhadap produk ekspor Indonesia di dunia internasional. Daya beli negara-negara di dunia melemah, itu berimplikasi menurunnya jumlah produk Indonesia yang "dibeli" dunia internasional. Hal itu tentu mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia. Meskipun demikian, kinerja ekonomi Indonesia dinilai banyak pengamat cukup tangguh, karena masih mampu tumbuh 5,05%, do saat mayoritas negara lain pertumbuhan ekonominya berada di bawah angka 5%.

Kedua, ketidakpastian ekonomi global membuat banyak negara berkembang yang mengalami inflasi yang sangat parah. Di Venezuela misalnya tingkat inflasi pada 2019 diperkirakan mencapai 8 juta persen. Adapun inflasi di Turki pada November 2019 tingkat inflasinya sebesar 10,56%. Inflasi berpengaruh terhadap melonjaknya harga-harga barang di negara tersebut, semakin tinggi tingkat inflasi maka harga barang akan semakin mahal. Bagaimana di Indonesia? Inflasi justru terkontrol dengan baik, sehingga terjadi hanya 2,72 % saja pada 2019.

Terakhir, batas wajar defisit APBN. UU no. 17/2003 tentang Keuangan Negara, membatasi bahwa jumlah defisit APBN yang diwajar dan diperbolehkan yaitu paling banyak sebesar 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan defisit APBN RI pada 2019 sebesar Rp 353 triliun atau setara dengan 2,2% dari PDB. Artinya, defisit APBN yang dialami Indonesia pada 2019 masih wajar dan sesuai dengan konstitusi.

Dari fakta-fakta di atas, ungkapan "rapor merah APBN" tidak perlu ditanggapi secara berlebihan dan panik, karena ternyata jumlah defisit APBN 2019 yang dikatakan "merah" oleh media itu masih wajar dan sesuai konstitusi. Defisit APBN pun hal yang biasa di setiap era pemerintahan di Indonesia. Justru ketangguhan ekonomi Indonesia diakui dunia internasional, karena di tengah kondisi ekonomi global yang tidak pasti, ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh di atas 5 persen. Bahkan, oleh para investor top dunia, Indonesia dinilai sebagai negara new emerging market yang paling diminati untuk investasi (saham dan surat utang) pada 2020.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline