Lihat ke Halaman Asli

Andreas Pisin

Biarpun Gunung-Gunung Beranjak Dan Bukit-Bukit Bergoyang Namun Kasih Setia-Ku Tidak Akan Beranjak Daripadamu

Paroki Salib Suci Menyumbung, Tantangan dan Peluang dalam Pelayanan Pastoral

Diperbarui: 4 Maret 2022   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Berkarya di suatu paroki yang sulit menuntut setiap pelayan untuk mampu mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam kehidupan umat yang dilayani. Dalam paper ini penulis mencoba menganalisis suatu permasalahan yang penulis temukan dalam medan pastoral. Setiap perjalanan selalu dihiasi oleh berbagai masalah yang datang silih berganti. Masalah satu belum selesai muncul masalah baru dan setiap masalah itu harus diseleikan dengan secepat-cepatnya. Tidak jarang para pelayan pastoral mengalami kelelahan baik psikis maupun badan.Masalah-masalah yang dihadapi selalu ada jalan keluar penyelesaiannya. Tergantung dari pribadi tersebut apakah ia terampil dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapinya.

Selayang pandang paroki Salib Suci Menyumbung

Paroki salib Suci Menyumbung didirikan pada tahun 1961 dengan Buku Paroki sejak tahun 1961. Sebelumnya di paroki Hati Kududs Randau.[1] Dengan alamat Pastoran Katolik Menyumbung, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang d/a Keuskupan Ketapang Jl. A. Yani 74, Ketapang 78811, Kalimantan Barat. Ada pun jumlah umatnya berjumlah 8. 222 jiwa pada tahun 2020.[2] Paroki ini dilayani oleh Kongregasi Pasionis (CP). Paroki Salib Suci Menyumbung adalah paroki yang besar dengan empat belas stasi. Terdiri dari dua bagian. Bagian hulu atau disebut Kerio Hulu terdiri 8 stasi dan akses untuk menuju ke setiap satasi hanya melalui jalur sungai. Ada pun bagian Kerio Hilir terdapat 4 stasi ditambah pusat paroki. Di pusat paroki terdapat dua wilayah yaitu wilayah 1 Santo Petrus dan wilayah 2 Santo Paulus. Di Kerio Hilir ini akses jalan sudah baik sehingga pelayan bisa dilakukan dengan jalur sungai dan darat. Umat paroki Salib Suci menyumbung pekerjaannya mayoritas sebagai petani. Hasil alamnya adalah karet dan kayu. Ada juga pertambangan emas liar di sepanjang aliran sungai, biasanya dilakukan oleh penduduk setempat. Ada juga usaha rumah burung wallet. Kesemuanya itu dilakukan oleh masyarakat secara mandiri. 

Masalah Yang Dihadapi Dalam Pelayanan Di Paroki Salib Suci Menyumbung. 

Di paroki Salib Suci Menyumbung ini di samping medannya yang berat tantangan dari masyarakatnya sendiri juga besar. Masalah ini sangat kompleks karena berkaitan dengan masalah ekonomi dan masalah sosial. Dalam tulisan ini penulis menunjukkan permasalahan yang ditemui dalam pelayanan di sana di samping itu penulis juga memberikan suatu solusi bagi penyelesaian masalah yang dihadapi.  

Rendahnya Kesadaran Umat Dalam Kehidupan Menggereja 

Kesadaran umat untuk berpartisipasi dalam kehidupan menggereja masih sangat rendah. Contoh kasus yang penulis temukan di pusat paroki. Penulis pernah mengenyam pendidikan di kampung Menyumbung ini selama tiga tahun, jadi penulis sudah mengalami sendiri bagaimana kehidupan umat di sana. Jumlah umat di pusat paroki berjumlah kurang lebih 2.66 jiwa pada tahu 2020. Tetapi yang datang ke Gereja pada hari minggu tidak lebih dari dua ratus orang. Ketika natal dan paskah gereja yang bisa menampung dua ribu umat selalu penuh sesak karena banyaknya umat datang ke gereja dan sanak keluarga mereka yang berada di luar kota.

 

Dalam hal kegiatan paroki, tidak banyak yang terlibat seperti latihan koor, doa Rosario dan kegitan lainnya, yang hadir tidak sesuai dengan jumlah umat keseluruhan. Kebanyakan ibu-ibu dan anak-anak. Hal ini disebabkan kebanyakan umat bekerja sebagai petani seperti berladang dan penambang emas, kerena itu hari minggu digunakan untuk beristirahat dan minum-minum. Datang ke gereja ketika mau rehap perkawinan, anak komuni pertama, pembaptisan anak dan ketika dalam sakratul maut datang kepada pastor untuk meminta sakramen perminyakan. Bagi kebanyakan umat masalah kehidupan menggereja itu kurang diperhatikan. Mereka lebih memilih tidak ke gereja daripada uang sekolah anak tertunggak, atau tidak bisa membeli beras, gula atau kopi. Penulis pernah mendengar ungkapan dari seorang umat yang mengatakan bahwa pergi ke gereja itu adalah bentuk kemewahan hidup dengan kata lain sebagai kebutuhan tersier. Umat belum sadar bahwa pergi kegereja itu bukan masalah untung rugi, pergi ke gereja dan terlibat dalam kehidupan menggereja itu adalah suatu kebutuhan bagi setiap orang Katolik. Hal ini yng belum disadari oleh umat di sana.

 Orang Mudanya Kurang Tertarik Dengan Kehidupan Menggereja 

Keterlibatan Kaum Muda dalam kehidupan menggereja juga masih sangat rendah. Terlihat dari partisipasi mereka dalam misa hari minggu dan kegiatan lainnya. selalu yang hadir adalah orang-orang yang sama. Lain halnya ketika ada acara-acara yang diadakan oleh Gereja, mereka mau hadir seperti acara natal dan paskah bersama, temu OMK. Mereka senang bila berhubungan dengan keramaian berdasarkan pengalaman penulis selama di sana, terkadang heran melihat orang-orang muda begitu banyak dan mereka mau ambil bagian dalam setiap pekerjaan dalam proses selama acara berlangsung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline