Lihat ke Halaman Asli

Merelakanmu

Diperbarui: 28 Mei 2021   15:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dengan surat ini aku layangkan rasa rinduku padamu, adinda.

Dalam setiap hembusan napas terengah-engah di sela tangisanku setiap malam ku kirimkan kecewaku padamu , mencoba untuk tetap tegar keesokan harinya.

Pertemuan ini diawali ketika aku menatap kosong ke arah jingga senja sore itu,

"Adinda", katamu.

Di saat itu juga , aku jatuh cinta. Napasku tiba-tiba terhenyak, seakan ada yang berusaha mendobrak akal sehatku, di setiap kata yang terucap dari bibirmu yang waktu itu menggunakan gincu warna merah muda, aku semakin tenggelam,

Tapi, sial, aku lupa meminta nomormu waktu itu,

Pertemuan kita selanjutnya terasa seperti semesta ikut turun tangan, yang awalnya aku hanya berniat untuk mengisi perutku yang kosong, tiba-tiba saja hatikupun ikut terisi, senyum itu, gincu yang tetap masih saja warna merah muda, (yang ku ketahui setelahnya ternyata memang warna merah muda adalah kesukaanmu).

"hai" sapamu.

Untuk kedua kalinya, di dua hari berturut-turut, napasku seakan berhenti. Jatuh cinta aku nampaknya.

Berbulan-bulan, bahkan bertahun setelahnya,

Karena kecerobohanku, karena ketakutanku pula, dan juga niatku untuk berdamai dengan hatiku, aku berdiri di sini, di depan altar ini, melihatmu berdiri, masih dengan senyum yang sama, dengan warna gincu yang sama,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline